ARTIKEL HARI SANTRI:PERAN SANTRI DALAM MEWUJUDKAN INDONESIA EMAS 2045
BAKTI
SANTRI UNTUK NEGERI DI ERA MILENIAL
DALAM
MEWUJUDKAN INDONESIA EMAS 2045
Oleh Kusmiarseh & Camaliyatul
Qur’ani
BAKTI SANTRI UNTUK NEGERI |
Abstrak
Generasi
muda terutama generasi Islam dari kalangan santri memiliki peran besar dalam
mewujudkan Indonesia Emas 2045. Santri sebagai generasi muda Bangsa haruslah
menjadi generasi berkualitas untuk mewujudkan Indoensia Emas. Santri
berkualitas setidaknya selalu memiliki spirit tinggi dalam kegiatan keilmuan
dengan terbuka dalam segala perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, berakhlakul
karimah, berjiwa nasionalis, toleran dalam segala bentuk perbedaan, ridla
terhadap ketentuan Allah SWT dan selalu inovatif dan kreatif dalam menciptakan
karya-karya yang bermanfaat bagi umat. Dengan generasi muda berkualitas, akan
terwujud Indonesia Emas.
Kata
Kunci: Pesantren, Santri, dan Indonesia Emas
Pendahuluan
Membincang soal peran
santri untuk negeri tentu tidak dapat dilepaskan dari kajian historis sejak
Indonesia belum merdeka. Berbagai fakta sejarah telah membuktikan bahwa
kedudukan santri memiliki peran penting dalam kemerdekaan Indonesia. Satu
diantaranya yang paling populer adalah “Resolusi Jihad” yang telah dicetuskan
oleh KH Hasyim Asy’ari, yang telah mampu dan berhasil mengobarkan semangat
persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia terutama di kalangan santri dalam
melawan kolonialisme guna mencapai
gerbang kemerdekaan. Atas jasa-jasanya, Presiden Soekarno melalui keputusan
Presiden (Kepres) No. 249/1964 menetapkan KH. Hasyim Asy’ari sebagai pahlawan
nasional.[1]
Bermula dari fatwa Resolusi
Jihad KH. Hasyim Asy’ari pada 22 oktober 1945 atas pertanyaan Bung Karno
mengenai hukum mempertahankan kemerdekaan dengan melawan penjajah, akhirnya
Presiden Joko Widodo menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri melalui Kepres
Nomor 22 Tahun 2015 sebagai bentuk apresiasi terhadap santri.[2]
Disamping KH. Hasyim
Asy’ari, terdapat pula daftar nama perwira pembela Tanah Air yang berasal dari
kalangan santri, diantaraya K.H Ahmad Dahlan, KH. Zainal Arifin, KH Wahid Hasyim,
KH Zainal Mustofa, dan masih banyak lainnya.
Dengan mengkaji fakta
sejarah tentang peran santri untuk kemerdekaan Indonesia, haruslah menjadi
sebuah komitmen dan tanggung jawab bersama bagi warga Indonesia khususnya para
santri untuk selalu menanamkan jiwa nasionalis dan cinta Tanah Air guna mempertahankan
kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para ulama terdahulu dengan mengisi
kemerdekaan melalui berbagai aktivitas positif yang inovatif guna mencapai
Indonesia Emas 2045.
Rasa nasionalis yang
tinggi pada negeri wajib hukumnya sebagai bentuk pengabdian kita sebagai warga
negara Indonesia. Dengan demikian, bhakti santri untuk negeri akan menjadi
fondasi dasar dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Semangat nasionalisme dan cinta Tanah Air pada
zaman sekarang ini haruslah diwujudkan dalam berbagai tindakan yang memberikan
kemanfaatan bagi kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Kemanfaatan yang
ditebarkan berdasar pada kemaslahatan seluruh umat tanpa memandang perbedaan
sehingga tidak memunculkan kesenjangan. Ini mengingat, bahwa Indonesia sebagai
negara plural terdiri dari berbagai
macam perbedaan, baik agama, suku, ras, etnis, budaya dan adat istiadat.
Keragaman inilah yang justru menjadi warna yang khas bagi Indonesia hingga dikenal di seluruh penjuru dunia.
Rasa nasionalisme dan cinta tanah air yang diwujudkan dalam berbagai
tindakan bermanfaat bagi kemaslahatan tanpa adanya perbedaan, sesungguhnya
telah diajarkan dalam nilai-nilai keislaman. Islam memang agama yang menjunjung
tinggi kemanusiaan, yang mengajarkan kedamaian, kasih sayang, persamaan,
kesetaraan dan keadilan. Implikasinya, setiap umat Islam berkewajiban
memberikan perlindungan terhadap kelima hak dasar tersebut tanpa membedakan
golongan, ras, etnis, budaya, bahkan jenis kelamin.[3]
Tugas seorang santri
sebagai wujud pengabdian pada negeri adalah senantiasa menanamkan nilai nasionalisme dan cinta Tanah Air sejak
dini. Karena tidak dapat dipungkiri, Islam sebagai sebuah agama yang kaffah telah mengajarkan bahwa cinta
tanah air sebagian dari iman. Dalam mewujudkannya, sebagai seorang santri
haruslah memiliki sikap toleran yang tinggi terhadap sesama di tengah
masyarakat yang plural. Oleh
karenanya, sebagai pemuda terlebih seorang santri mari kobarkan dalam diri kita
semangat memperjuangkan negara Indonesia, karena santri Indonesia mata air
peradaban dunia.
Negara Indonesia pada
saat ini, telah merdeka dari masa kolonial atau penjajahan. Tiada lagi kerja
rodi, romusa, perbudakan, pengambilan hak secara paksa, penyiksaan bahkan
pembantaian. Dalam hal ini, tidak sedikit yang bertanya bagaimana cara
mengobarkan semangat juang di era milenial seperti sekarang ini.
Perkembangan arus
globalisasi di era milenial seperti sekarang ini semakin kuat dan cepat,
sehingga tidak mudah untuk hidup di tengah arus yang serba canggih dan modern
seperti sekarang ini. Kecanggihan teknologi saat ini, dapat menjadi boomerang dan bom waktu tersendiri bagi
penggunanya jika tidak dimanfaatkan secara positif. Karena itu, sebagai generasi milenial di era
digital seperti sekarang ini, haruslah terbuka terhadap berbagai perkembangan
termasuk di dalamnya perkembangan dan kemajuan teknologi. Santri sebagai
generasi milenial harus bijak dan selektif dalam memanfaatkannya.
Santri sangatlah berperan
besar dalam mewujudkan Indonesia gemilang atau Golden Age, seperti halnya pada masa dahulu yang pernah ditorehkan
oleh umat Islam pada masa klasik. Bagaimana para ilmuwan muslim kala itu, telah
berhasil menjadikan dunia Islam sebagai peradaban dunia khususnya dalam bidang
inteletualitas dan keilmuwan. Berdasar aspek historis inilah, seorang santri Indonesia
haruslah mewarnai peradaban dunia dengan keilmuannya, sehingga terwujud
Indonesia emas 2045. Di tahun 2045 Indonesia tidak hanya dikenal dengan
kekayaan sumber daya alamnya saja, namun yang terpenting adalah kaya sumber daya
manusia yang berkualitas.
Peran
Pesantren
Berbicara soal santri
tentu tidak dapat dipisahkan dari pesantren sebagai pengayomnya. Pesantren merupakan
lembaga pendidikan Islam tertua telah berfungsi sebagai salah satu benteng
pertahanan umat Islam, pusat dakwah dan pusat pengembangan masyarakat muslim di
Indonesia.
Pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam pertama kali dirintis oleh Syaikh Maulana Malik Ibrahim pada
tahun 1399 Masehi untuk menyebarkan agama Islam di Jawa. Selanjutnya, tokoh
yang berhasil mendirikan pesantren dan mengembangkannya adalah Raden Rahmat
(Sunan Ampel), yang kemudian melahirkan kemunculan pondok pesantren baru yang
didirikan oleh para santrinya seperti pesantren Giri oleh Sunan Giri, pesantren
Demak oleh Raden Patah dan pesantren Tuban oleh Sunan Bonang.[4]
Kata pesantren atau
santri berasal dari Bahasa Tamil yang berarti “guru mengaji”. Sumber lain
menyebutkan bahwa kata santri berasal dari Bahasa India Shastri dari akar kata shastra
yang berarti “buku-buku suci”, “buku-buku agama”, atau buku-buku tentang ilmu
pengetahuan”. [5]
Secara leksikal, kata santri diartikan sebagai siswa di pondok pesantren.[6]
Di luar Pulau Jawa
lembaga pendidikan ini disebut dengan nama lain, seperti Surau di Sumatera
Barat, Dayah di Aceh, Langgar di Kalimantan dan Pondok di beberapa daerah lain.[7]
Dalam perjalanan sejarah
Indonesia, pesantren telah memainkan peranannya yang besar dalam upaya
memperkuat akidah, membina akhlak mulia dan mengembangkan swadaya masyarakat
Indonesia serta turut andil dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
pendidikan informal, non formal dan pendidikan formal yang diselenggarakannya.
Secara informal,
pesantren di Indonesia telah berfungsi sebagai keluarga yang membentuk watak
dan kepribadian santri. Pesantren juga telah melaksanakan pendidikan keterampilan
melalui kursus-kursus untuk membekali dan membantu kemandirian para santri
dalam kehidupan masa depannya. Secara keseluruhan, pesantren selalu dijadikan
contoh dan panutan oleh masyarakat dalam segala hal, sehingga eksistensi
pesantren di Indonesia telah berperan menjadi potensi yang sangat besar dalam
pengembangan masyarakat.[8]
Selain sebagai lembaga
pendidikan, pesantren juga berfungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran
keagamaan. Sebagai lembaga sosial, pesantren menampung anak-anak dari segala
lapisan masyarakat muslim tanpa membeda-bedakan status sosial, menerima tamu
yang datang dari masyarakat umum dengan motif yang berbeda-beda. Sebagai
lembaga penyiaran agama Islam, masjid pesantren juga berfungsi sebagai masjid
umum, yakni tempat belajar agama dan ibadah bagi para jamaah.[9]
Pesantren sebagai sebuah
lembaga pendidikan memiliki kekhasan tersendiri dengan lembaga pendidikan
lainnya, yaitu para santri atau murid tinggal bersama kiai atau guru mereka
dalam satu kompleks tertentu. Hal ini dapat memudahkan proses pendidikan dalam
menanamkan nilai-nilai keislaman dalam upaya membentuk karakter santri melalui
pembiasaan dalam kegiatan rutin di pesantren.
Secara lebih spesifik,
pengaruh positif yang menjadi kontribusi pesantren dalam hal pembentukan
kepribadian santri antara lain sebagai berikut:
1) Santri
taat dan patuh kepada kiai (gurunya).
2) Santri
dibiasakan untuk menjadi orang yang jujur baik dalam perkataan dan perbuatan.
3) Para
santri terbiasa hidup mandiri dan sederhana.
4) Para
santri terlatih hidup disiplin dalam segala hal.
5) Adanya
semangat gotong royong dalam suasana penuh persaudaraan sehingga memiliki jiwa
sosial yang tinggi terhadap sesama.
6) Para
santri terlatih untuk bersikap sabar, karena dalam pesantren para santri
terdiri dari berbagai macam latar belakang dan karakter.
Keberhasilan pesantren
memainkan perannya sebagai lembaga pendidikan yang mampu membentuk pribadi yang
luhur (berakhlakul karimah) inilah
yang membawa pesantren tetap diakui eksistensinya hingga sekarang. Sejak dulu
hingga sekarang, eksistensi pesantren tidak pernah surut terbawa gelombang arus
pergeseran zaman yang semakin terpupuskan oleh kebiasaan-kebiasan yang serba
memanjakan bagi penikmatnya. Sudah menjadi keharusan bagi generasi muda
khususnya para santri untuk menghindari kebiasan-kebiasaan yang dapat mengarah
pada pembentukan generasi instan di era milenial seperti sekarang ini, terlebih
pada hal yang mengarah pada gaya hidup kebarat-baratan yang jauh dari nilai
keislaman dan budaya ketimuran.
Bhakti
Santri Menuju Indonesia Emas 2045
Santri yang beriringan
dengan pesantren sebagai pengayomnya dalam membantu dakwah moderasi Islam
membentengi akidah umat dan mewariskan karakter luhur di Indonesia sudah cukup
menjadi modal dalam memainkan peranannya untuk mengabdi pada negeri dalam
mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Sejatinya gaya hidup
santri yang humanis, mandiri, sederhana, inklusif dan toleran yang telah
dibiasakan saat belajar di pesantren rasanya dapat diaktualisasikan dalam
kehidupan berbangsa.[10]
Di samping itu, rutinitas pembelajaran yang dilakukan di pesantren baik yang
bersifat informal, non-formal dan formal telah membekali para santri untuk
menjadi generasi islami yang intelektual, cakap dan bermoral khususnya di era
milineal seperti saat ini. Dan para santri akan berkolaborasi dengan mereka
yang menempuh studi di belahan dunia untuk bersama-sama mewujudkan Indonesia
Emas 2045. Sebuah pemandangan indah yang akan mengisi perjalanan bangsa ini di
masa mendatang.
Dalam muwjudkan Indonesia
Emas 2045, peran santri sangatlah penting. Dengan berdasar pada hasil
pembelajaran di pesantren diakui atau tidak, pesantren telah berhasil mencetak
generasi bangsa yang unggul dalam ilmu dan amal dengan penuh kemandirian,
inovasi dan kreatifitas. Pengabdian santri untuk negeri dalam mewujudkan
Indonesia emas 2045, dapat diwujudkan melalui aktualisasi santri dengan
mendasar pada kata “santri” itu sendiri.
Kata santri bukan hanya
sekedar kata yang telah ditejermahkan secara sederhana baik secara hafiah
maupun leksikal. Lebih jauh dari itu, kata santri sejatinya memiliki makna yang
luar biasa untuk kemajuan bangsa dan negara.
Pada bagian ini, penulis
akan mencoba mengkaji dan menganalisa makna kata “santri” ditinjau dari segi
akronimnya. Setiap huruf yang terangkai dalam kata “santri” akan memberikan
makna mendalam dalam menggambarkan karakter santri untuk mengabdi pada negeri
dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Kata “santri” terdiri dari lima huruf
yaitu: S-A-N-T-R-I dan kelima huruf
tersebut memiliki makna tresendiri sebagai perwujudan kekhasan seorang santri.
1)
S (Spirit belajar tinggi)
Spirit belajar yang tinggi merupakan implementasi dari
perintah Allah SWT melalui firman-Nya, dan juga Rasulullah SAW melalui
hadistnya. Karena itu, mencari ilmu ini sudah menjadi suatu kewajiban bagi
setiap umat Islam tanpa mengenal batas usia.
Al-Qur’an menekankan agar umat Islam mencari ilmu
pengetahuan dengan meneliti alam semesta ini, dan bagi orang yang menuntut ilmu
ditinggikan derajatnya di sisi Allah SWT. [11]
Sebagaimana firman Allah SWT dalam al Qur’an Surat Al Mujadalah ayat 11 yang
artinya:
“Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat”.[12]
Rasulullah SAW berpesan kepada umatnya agar ada pula
menyempatkan diri menuntut ilmu ke negeri Cina. Hadist tersebut setidaknya
merekomendasikan kepada umat Islam untuk lebih memiliki keterbukaan diri dengan
membuka pola pandang dan wacana dalam menimba ilmu pengetahuan di belahan dunia
manapun.
Dalam kesempatan berbeda, almarhum Nurcholis Madjid
telah mengingatkan bahwa dalam waktu yang tidak lama, akan terjadi ledakan yang
luar biasa dari kalangan Nahdlatul Ulama. Hal tersebut terjadi karena dalam
pandangan beliau banyak santri yang belajar di luar negeri. Mereka dari sejumlah
pesantren dengan kemampuan Bahasa Arab mumpuni, kemudian berbaur dengan suasana
keilmuan di berbagai belahan dunia.[13]
Secara historis tercatat beberapa ulama Indonesia pada
masa lalu pernah berkiprah hingga namanya dikenal dunia. Pada umumnya mereka menimba
ilmu di Mekkah dan Madinah. Diantaranya adalah Syaikh Muhammad Arsyad
al-Banjari, Syeikh Abdus Shamad al-Palimbani, Syeikh Muhammad Nawawi bin Umar
al-Bantani dan lainnya. Santri yang juga menjadi barometer kesuksesannya,
antara lain KH Hasyim Asyari, KH Wahid Hasyim, KH Ahmad Dahlan, KH Abdurrahman
Wahid dan masih banyak lagi lainya.[14]
Dengan mencermati fakta sejarah inilah, seyogyanya dapat menjadi spirit tersendiri untuk selalu menimba
ilmu sepanjang hayat tanpa terbatas oleh ruang dan waktu, terutama di kalangan
generasi muda khususnya para santri Indonesia.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam secara kontinu telah memberikan ruang yang
total bagi para santrinya untuk selalu istiqomah dalam belajar. Sebagai
generasi muda Islam yang hidup di era milineal yang serba digital inilah,
kesempatan terbuka bagi para santri pada khususnya untuk berkiprah dalam
kegiatan keilmuan.
Sebagai seorang santri yang terbiasa terlatih untuk
melakukan kegiatan keilmuan secara kontinu
dalam bentuk rutinitas di pesantren, harus memiliki nilai yang lebih dalam
mengembangkan kegiatan keilmuan.
Santri harus menjadi pribadi yang lebih terbuka dalam
segala perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin terus
berkembang pesat. Oleh karenanya, spirit
untuk selalu belajar atau menimbah ilmu haruslah menjadi sebuah kebutuhan bagi
para santri. Santri dengan spirit
belajar yang tinggi inilah yang akan berhasil membawa Indonesia menjadi sebuah
negara yang memiliki peradaban tinggi di kancah internasional. Santri Indonesia
haruslah menjadi mata air peradaban dunia.
2)
A
(Akhlakul Karimah)
Peran pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan yang
sukses, tidak hanya mendidik santri dalam bidang keilmuan saja, namun yang
paling penting adalah pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak yang diselenggarakan
di pesantren merupakan pendidikan yang nyata bagi para santri melalui penanaman
nilai-nilai islami yang diaplikasikan dalam tindakan sehari-hari, atau yang
lebih dikenal dengan istilah akhlakul
karimah. Dan inilah yang menjadi kekhasan
tersendiri bagi dunia pesantren dalam mencetak generasi Islam yang unggul
dalam bidang ilmu, amal dan akhlak.
Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran di pesantern
didasarkan atas ajaran Islam dengan tujuan ibadah untuk mendapat ridla Allah
SWT. Para santri di didik untuk menjadi mukmin sejati, yaitu manusia yang
bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, mempunyai intgritas pribadi yang
kukuh, mandiri dan mempunya kualitas intelektual.[15]
Pendidikan yang diselenggarakan oleh pesantren inilah
berhasil menjadikan pola pikir dan perilaku santri kerap menjadi teladan di
masyarakat, tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia internasional. Dengan
berbekal ilmu dan akhlak, seorang santri akan menjadi pribadi yang berkualitas
untuk menuju Indonesia Emas.
3)
N
(Nasionalis)
Kata “Nasionalis” secara leksikal memiliki arti
pecinta nusa dan bangsa sendiri;orang yang memperjuangkan kepentingan
bangsanya.[16]
Sikap nasionalis ini telah dicontohkan oleh para ulama
terdahulu seperti halnya KH. Hasyim Asy’ari dengan semangat jihadnya dalam
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, sampai akhirnya memunculkan fatwa tentang
resolusi jihad. Fatwa beliau ini sangat efektif dalam menghimpun massa. Fatwa
tersebut berisi bahwa “perang kemerdekaan adalah perang suci di jalan Allah (jihad fi sabilillah) dan barang siapa
mati dalam perang ini dijamin masuk syurga”.[17]
Sebagaimana sikap nasionalis yang telah dilakukan oleh
para ulama terdahulu inilah, yang kemudian menjadi keteladanan bagi para
generasi muda khususnya para santri untuk menanamkan jiwa nasionalis dalam
berbagai bentuk tindakan positif yang bermanfaat bagi kehidupan beragama,
berbangsa dan bernegara.
Generasi muda Islam terlebih seorang santri haruslah
dapat mengisi kemerdekaan yang telah di raih dengan melakukan berbagai perubahan
menuju kemajuan peradaban dalam berbagai aspek baik bidang keilmuan, ekonomi,
sosial, politik dan budaya. Sang generasi muda inilah yang menjadi tumpuan
bangsa Indonesia di masa mendatang terutama untuk mewujudkan Indonesia Emas
2045. Jika generasi muda memiliki jiwa nasionalis yang kuat, maka tidak akan
mudah tergoyahkan dengan berbagai macam bentuk serangan yang dapat menjatuhkan
keutuhan dan persatuan Bumi pertiwi Indonesia.
4)
T
(Toleran)
Toleran berarti bersikap tenggang rasa; sikap
menghargai pendirian orang lain.[18]
Sikap saling menghargai perbedaan merupakan sikap yang sudah melekat pada diri
seorang santri. Nilai-nilai toleransi dan moderasi Islam telah diperlihatkan
para santri dalam hidup berdampingan dengan orang lain dengan beragam perbedaan
tanpa adanya kesenjangan.Tentunya penanaman dan pembiasaan sikap toleransi ini
tidak dapat terlepas dari peran pesantren dalam mendidik santri.
Sikap toleran yang ditunjukkan oleh para santri secara
nyata akan memberikan kontribusi yang besar bagi Indonesia sebagai sebuah
negara yang plural (heterogen). Tidak
hanya itu, sikap toleran yang lekat dengan pribadi santri, sejatinya telah
mampu menghilangkan stigma tentang pendidikan Islam sebagai ajaran ekstremisme dan radikalisme.[19]
Sebagai generasi muda khususnya para santri
seharusnyalah bersikap saling menghargai berbagai macam perbedaan. Dengan sikap
toleran inilah akan membawa santri lebih mudah berinterkasi dengan siapapun
secara damai tanpa sedikitpun timbul kecurigaan. Santri tidak lagi dipandang
sebagai kaum bersarung yang tertutup. Namun sebaliknya, santri akan lebih
dipandang sebagai sumber daya manusia yang moderat dan berkualitas sehingga
santri lebih bebas untuk mengaktualisasikan dirinya dalam mewujudkan sebuah
peradaban yang lebih maju di masa mendatang.
5)
R
(Ridla)
Kata “Ridla” memiliki pengertian menerima segala yang
terjadi dengan senang hati karena segala yang terjadi itu merupakan kehendak
Allah swt. Dalam sebuah hadits Qudsi disebutkan: “Barang siapa yang tidak ridla dengan kada dan kadar-Ku hendaklah ia
mencari Tuhan selain pada Aku” (H.R.at-Tabrani).[20]
Dengan berdasar pada hadits tersebut, wajib hukumnya
bagi seorang muslim untuk ridla terhadap kodrat dan iradat Allah SWT. Dengan kata
lain, ridla tidak menentang hukum dan ketentuan Allah SWT.
Ridla mencerminkan puncak ketenangan jiwa seseorang.
Pendirian orang yang telah mencapai makam ridla tidak akan terguncang oleh
apapun yang dihadapinya karena baginya segala yang terjadi di alam ini tidak
lain adalah kekuasaan Allah swt, yang merupakan kodrat dan iradat-Nya yang
mutlak.[21]
Penyeleggaraan pendidikan di pesantren, santri
dibiasakan melatih diri untuk senantiasa bersikap sabar dan ridla terhadap
segala yang terjadi. Karena semua yang terjadi atas kehendak Allah SWT. Dengan
bekal pembiasaan inilah akan menjadikan santri sebagai pribadi kuat dan tidak
mudah digoyahkan oleh pengaruh apapun. Karena sejatinya, mereka sudah mengimani
bahwa segala yang telah dilakukan tidak selalu harus sesuai dengan
ekpektasinya. Allah-lah yang memiliki kehendak atas hasilnya. Generasi muda
yang kuat akan melahirkan sebuah negara yang kuat pula. Dengan begitu, semakin
memudahkan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.
6)
I
(Inovatif & Kreatif)
Selain beberapa hal yang telah dijelaskan dalam bagian
sebelumnya, dalam mewujudkan Indonesia gemilang juga sangat diperlukan sumber
daya manusia yang inovatif dan kreatif. Karena dengan inovasi dan kreativitas
inilah akan mampu membawa perubahan ke arah yang lebih maju.
Kata inovatif memiliki
arti bersifat memperkenalkan sesuatu yang baru; bersifat pembaruan (kreasi
baru). Sedangkan kata kreatif berarti memiliki daya cipta; memiliki kemampuan
untuk menciptakan; bersifat (mengandung) daya cipta.[22]
Dalam pendidikan pesantren, sebagai seorang pelajar, santri
telah dibekali dengan keilmuan dan kecakapan. Pesantren juga menyediakan wadah
bagi para santri untuk menyalurkan bakat dan minatnya, sehingga santri lebih
bebas untuk mengekspresikan dirinya dengan berbagai inovasi dan kreativitas.
Dengan bekal inilah dapat dijadikan sebagai modal dasar untuk lebih inovatif
dan kreatif dalam menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat.
Santri yang hidup di zaman milineal berbasis digital
ini, harus selalu berinovasi dan berkreasi dalam menciptakan karya-karya yang
bermanfaat bagi kemaslahatan umat. Sebagaimana karya-karya monumental yang
dihasilkan oleh ulama terdahulu. Dengan karya-karya yang terlahir inilah yang
mampu menjadikan Indonesia sebagai negara yang dikenal dunia.
Kesimpulan
Santri sebagai calon
nahkoda kepemimpinan negeri di masa yang akan datang sepatutnya menjadi teladan
yang baik bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Santri haruslah mewarnai
kehidupan berbangsa dan bernegara dengan memberikan kemanfaatan bagi
kemaslahatan di sekitarnya. Seorang santri haruslah memiliki rasa optimis tanpa
mengenal kata putus asa dan pantang menyerah dalam mewujudkan Indonesia emas
2045.
Indonesia Emas akan
terwujud dengan lahirnya banyak generasi berkualitas khususnya generasi islami
dari kalangan santri. Sebagaimana julukanya, seorang santri berkualitas
haruslah memiliki spirit belajar yang tinggi dengan lebih terbuka terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, berakhlak mulia dalam setiap tutur
kata dan perilaku, berjiwa nasionalis dengan semangat juang yang tinggi
terhadap negara Indonesia, bersikap toleran terhadap perbedaan yang beragam
sehingga tidak muncul kesenjangan, ridlo atas segala ketentuan Allah SWT
sehingga menjadi pribadi kuat yang tidak mudah goyah (terpengaruh), serta
selalu inovatif dan kreatif dalam menciptakan sebuah karya atau produk yang
bermanfaat bagi kemaslahatan umat. Dengan demikian Indonesia Emas 2045 akan
terwujud sebagai Indonesia gemilang dengan perkembangan dan kemajuan peradaban
di berbagai sektor kehidupan.
[1] Muhammad Khalil, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta:Kementrian
Agama, 2016), 116.
[2] Syaifullah, Diaspora Akan Mendamaikan Dunia dalam Majalah Nahdlatul Ulama Aula (Jawa Timur: PT.Aula Media NU, 2020),
7.
[3] Ilvi Nur Diana, Demokrasi dan Hak Publik Perempuan Dalam
Perspektif Islam dalam al-‘Adalah (Jember:STAIN Jember Press, 2006), 4.
[4] Abd. Halim Soebahar, Kebijakan Pendidikan Islam (Jember: Buku
Pena Salsabila, 2012), 45-46.
[5] Dewan Redaksi Ensikloped Islam, Ensikolpedi Islam (Jakarta: PT.Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2002), 99.
[6] Tim Prisma Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Gita Media Press, 2000), 676
[7] Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam (Semarang:PT Karya Toha Putra, 2014),
206-207.
[8][8][8] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensikolpedi Islam, 105.
[9] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta:Kencana, 2008), 288.
[10] Syaifullah, Diaspora Akan Mendamaikan Dunia dalam Majalah Nahdlatul Ulama Aula, 7.
[11]
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, 228.
[12]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya (Bandung:
Syamil Cipta Media, 2005), 543.
[13]
Syaifullah, Diaspora Akan Mendamaikan Dunia dalam Majalah Nahdlatul Ulama Aula, 7.
[14]
Muhammad Khalil, Sejarah Kebudayaan Islam, 74.
[15]
Dewan Redaksi Ensiklopedi
Islam, Ensikolpedi Islam, 103.
[16] https://kbbi.web.id/nasionalis.html,
diunduh tanggal 7 Oktober 2021.
[17] Imam Subchi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: PT Lista fariska Putra, 2006),
134.
[18]
Tim Prisma Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 765.
[19]
Syaifullah, Diaspora Akan Mendamaikan Dunia dalam Majalah Nahdlatul Ulama Aula, 8.
[20]
Dewan Redaksi Ensikloped
Islam, Ensikolpedi Islam, 170.
[21]
Dewan Redaksi Ensikloped
Islam, Ensikolpedi Islam, 170.
[22]
https://kbbi.web.id/nasionalis.html,
diunduh tanggal 7 Oktober 2021.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen
Agama RI. 2005. Al-Qur’an dan Terjemahnya.
Bandung: Syamil Cipta Media
Dewan
Redaksi Ensiklopedi Islam. 2002. Ensiklopedi
Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve
Halim
Soebahar, Abd. 2012. Kebijakan Pendidikan
Islam. Jember: Pena Salsabila
http://kbbi.web.id
Khalil,
Muhammad. 2016. Sejarah Kebudayaan Islam.
Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia
Subchi,
Imam. 2006. Sejarah Kebudayaan Islam.
Jakarta: PT Listafariska Putra
Murodi.
2014. Sejarah Kebudayaan Islam.
Semarang: PT Karya Toha Putra
Nizar,
Samsul. 2008. Sejarah Pendidikan Islam:
Menelusuri Jejak Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia. Jakarta:
Kencana
Nur,
Diana Alvi dkk. 2006. Al-‘Adalah Jurnal
Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan Volume 9. Jember: STAIN Jember Pess
PWNU
Jatim. 2020. Majalah Nahdlatul Ulama Aula.
Jawa Timur: PT Antar Surya Jaya
Tim
Prisma Pena. 2000. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Gita Media Press
DOWNLOAD JUGA:
Kumpulan Karya dan Perangkat Pembelajaran (Bahan Ajar, LKPD, dll)
Post a Comment for "ARTIKEL HARI SANTRI:PERAN SANTRI DALAM MEWUJUDKAN INDONESIA EMAS 2045"