Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PROSES TERPILIHNYA KHULAFAUR RASYIDIN



A. ABU BAKAR ASH SHIDDIQ

Setelah Rasulullah saw wafat, kaum muslimin dihadapkan pada suatu problema yang berat, karena nabi saw sebelum meninggal tidak meninggalkan pesan apa-apa dan siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin umat. Suasana wafatnya Rasulullah saw tersebut menjadikan umat Islam dalam kebingungan. Hal ini karena mereka sama sekali tidak siap kehilangan beliau baik sebagai pemimpin, sahabat, maupun sebagai pembimbing yang mereka cintai.

Di tengah kekosongan pemimpin tersebut, ada golongan sahabat dari Anshar yang berkumpul di sebuah tempat yang bernama Saqifah Bani Sa’idah, sebuah tempat yang biasanya digunakan sebagai pertemuan dan musyawaroh penduduk kota Madinah. Pertemuan golongan Anshar di Saqifah Bani Sa’idah tersebut dipimpin oleh seorang sahabat yang sangat dekat dengan Rasulullah saw, ia adalah Sa’ad bin Ubadah tokoh terkemuka Suku Khazraj.

Pada waktu Saad bin Ubadah mengajukan wacana dan gagasan  tentang siapa yang pantas untuk menjadi pemimpin sebagai pengganti Rasulullah saw, ia menyatakan bahwa kaum Anshar lah yang pantas memimpin kaum muslimin. Ia mengemukakan demikian sambil berargumen bahwa golongan Anshar lah yang telah banyak menolong nabi saw dan kaum muhajjirin dari kejaran dan penindasan orang-orang kafir Quraisy. Tentu saja gagasan dan wacana ini disetujui oleh para sahabat dari golongan Anshar.

Pada saat beberapa tokoh Muhajjirin seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah serta sahabat Muhajjirin yang lain mengetahui pertemuan orang-orang Anshar tersebut, mereka segera menuju ke Saqifah Bani Sa’idah. Dan pada saat orang-orang Muhajjirin datang di Saqifah Bani Sa’idah, kaum Anshar nyaris bersepakat untuk mengangkat dan membaiat Sa’ad bin Ubadah menjadi khalifah. Pada saat itu, para Tokoh Muhajjirin yang datang, juga diajak untuk mengangkat dan membaiat Sa’ad bin Ubadah. Namun kaum Muhajjirin yang diwakili oleh Abu Bakar menolaknya dengan tegas untuk membaiat Sa’ad bin Ubadah.

Abu Bakar mengatakan pada golongan Anshar bahwa jabatan khalifah sebaiknya diserahkan kepada kaum Muhajjirin. Alasan Abu Bakar adalah merekalah yang lebih dulu memeluk agama Islam. kaum Muhajjirin dengan perjuangan yang berat selama 13 tahun menyertai nabi saw dan membantunya mempertahankan Islam dari gangguan dan penindasan kaum kafir Quraisy di Mekkah. Dengan usulan Abu Bakar R.A golongan Anshar tidak dapat membantahnya.

Kaum Anshar menyadari dan ingat, bagaimana keadaan mereka sebelum nabi saw dan para sahabatnya dari Mekkah mengajak masuk Islam, bukanlah diantara mereka sering terlibat perang saudara yang berlarut-larut. Dan dari sisi kualitas tentu saja para sahabat Muhajjirin adalah manusia-manusia terbaik dan yang pantas menggantikan kedudukan nabi saw dan menjadi khalifah untuk memimpin kaum muslimin. Pada saat yang bersamaan Abu Bakar menunjuk dua orang Muhajjirin disampingnya yang dikenal sangat dekat dengan nabi saw, yaitu Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah. Abu Bakar mengusulkan agar memilih satu diantara keduanya untuk menjadi khalifah. Demikian kata Abu Bakar sembari menunjuk Umar dan Abu Ubaidah.

Sebelum kaum Anshar merespon usulan Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah justru menolaknya. Dan keduanya justru balik menunjuk dan memilih Abu Bakar. Secara cepat dan tegas Umar mengayungkan tangannya ke tangan Abu Bakar dan mengangkat tangan Abu Bakar dan membaiatnya. Lalu apa yang dilakukan oleh Umar ini segera diikuti oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Dan akhirnya diikuti kaum Anshar untuk membaiat Abu Bakar kecuali Sa’ad bin Ubadah. Hal ini bersumber dari riwayat Bukhori Juz 4, halaman 194 yang kurang lebih terjemahnya sebagai berikut:

“Perawi berkata, “ sahabat-sahabat Anshar berkumpul kepada Sa’ad bin Ubadah di bangsal Bani Sa’idah, lalu mereka berkata, “ dari kami ada seorang pemimpin dan dari kalian ada seorang pemimpin”. Kemudian berangkatlah Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah kepada mereka, lalu Umar berbicara, kemudian disuruh diam oleh Abu Bakar. Umar berkata, “Demi Allah, aku tidak menghendaki hal itu, tetapi saya telah mempersiapkan satu pembicaraan yang menakjubkan dariku, yang aku khawatirkan tidak disampaikan oleh Abu Bakar”. Kemudian Abu Bakar berbicara dengan pembicaraan yang sangat tegas. Perkataan beliau adalah, “ kami adalah pemimpin pemerintah, sedangkan kalian adalah pembantu (menteri-menteri)”. Lalu Hubab bin Mundzir berkata, “Tidak, demi Allah, kami tida akan melalukan, dari kami ada seorang pemimpin dan dari kamu seorang pemimpin”. Abu Bakar berkata, “tidak, tetapi kamilah pemimpin pemerintahan, sedangkan kalian sebagai pembantu (menteri-menteri). Mereka (Suku Quraisy) adalah bangsa Arab yang paling tengah tempat tinggalnya dan yang paling murni keturunan Arabnya. Maka berjanji setialah kalian kepada Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah”. Umar berkata, “Bahkan kami berjanji setia kepadamu (wahai Abu Bakar). Engkau adalah pemimpin kami, orang yang terbaik diantara kami dan paling dicintai oleh Rasulullah saw diantara kami”. Lalu Umar menjabat tangannya dan berjanji setia kepadanya, lalu orang-orang pun berjanji setia kepadanya. Ada seorang berkata, “Kalian membinasakan Sa’ad bin Ubadah”. Maka Umar berkata, “Semoga Allah membinasakannya”.(HR. Bukhori juz 4, hal 194).

Keesokan harinya, baiat terhadap Abu Bakar secara umum dilakukan untuk umat muslim di Madinah dan dalam pembaiatannya tersebut, Abu Bakar berpidato sebagai berikut:
“Saudara-saudara, saya sudah dipilih untuk memimpin kalian sementara saya bukanlah orang terbaik diantara kalian. Jika saya berlaku baik, bantulah saya. Kebenaran adalah suatu kepercayaan dan dusta merupakan pengkhianatan. Taatilah saya selama saya taat kepada Alla dan Rasul-Nya. Tetapi bila saya melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya, maka gugurlah ketaatanmu kepada saya.”

B. UMAR BIN KHATTAB AL FARUQ

Pada tahun 634 Masehi, ketika pasukan muslim sedang bergerak menaklukkan Syam, Abu Bakar jatuh sakit. Ketika itulah, Abu Bakar berfikir untuk menunjuk satu orang penggantinya. Pilihannya jatuh kepada Umar bin Khattab. Pandangannya yang jauh membuat Abu Bakar yakin bahwa Umarlah pemimpin yang tepat untuk menggantikannya.

Namun demikian, sebelum menentukan orang yang akn menjdai penggantinya, Abu  Bakar terlebih dahulu meminta penilaian dari para sahabat besar mengenai Umar. Ia bertanya kepada Abdurrahman bin Auf, Usman bin Affan, Asin bin Hudlair al anshari, Said bin Zaid dan para sahabat lain dari kalangan Muhajjirin dan Anshar. Pada umumnya para sahabat itu memuji dan menyanjung Umar bin Khattab.

Setelah semua sepakat mengenai Umar, Khalifah Abu Bakar lantas memanggil Usman. Kepada Usman, Abu Bakar mendikte sebuah teks perintah yang menunjuk Umar sebagai penggantinya. Isi teks tersebut sebagai berikut:
“Bismillahirrahmanirrahim”. Ini adalah pernyataan Abu Bakar, khalifa penerus kepemimpinan Muhammad Rasulullah saw. Saat mengakhiri kehidupannya di dunia dan saat memulai kehidupannya di akhirat. Dalam keadaan dipercayai oleh orang kafir dan ditakuti oleh orang durhaka, sesungguhnya aku mengangkat Umar bin Khattab sebagai pemimpin kalian. Bahwasanya ia adalah orang baik dan adil, sejauh pengetahuan dan penilaian diriku tentangnya. Bilamana di kemudian seorang pendurhaka dan zalim, sesungguhnya aku tidak pernah tahu akan hal yang bersifat gaib. Sungguh aku bermaksud baik dan segala sesuatu bergantung pada apa yang dilakukan. Dan orang zalim kelak akan mengetahui tempat mereka kembali”. 

Maka demikianlah kaum muslimin pada tahun 634 M (13 H) membaiat Umar sebagai khalifah. Setela dibaiat, Umar naik ke mimbar dan berpidato sebagai berikut:

“Kalau bukan karena harapanku untuk menjadi yang terbaik diantara kamu, yang terkuat atas kamu dan yang paling sadar akan apa yang “wahai manusia, aku tela ditetapkan berkuasa atas kamu. Namun penting dalam menangani urusanmu, aku tidak akan menerima amanat darimu. Cukuplah suka dan duka bagi Umar menunggu perhitungan untuk pertanggungjawaban mengenai zakatmu, bagaimana aku menarinya darimu dan bagaimana aku menyalurkannya dan caraku memerintahmu, bagaimana aku harus memerintah. Hanya Tuhanku yang menjadi penolongku, karena Umar tidak akan dapat menyadarkan pada kekuasaan ataupun strategi yang cerdas, kecuali jika Tuhan mempercepat rahmat, pertolongan dan dukungan kepada orang yang didukungnya.”

C. USMAN BIN AFFAN DZUN NURAIN

Pada hari Rabu waktu Shubuh, tanggal 4 Dzulhijjah 23 H, khalifah Umar yang hendak mengimami shlat di masjid mengalami nasib naas. Beliau ditikam oleh seorang budak dari Persia milik Mughirah bin Syu’bah yang bernama Abu Lu’luah Fairuz. Setelah penikaman, Umar masih bertahan selama beberapa hari. Dlam keadaan sakit, ia membentuk sebuah dewan yang beranggotakan enam orang, antara lain Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Ali bin Abi Thalib dan Usman bin Affan. Dewan inilah yang dikenal dengan sebutan Dewan Syuro. Keenam anggota Dewan Syuro adalah para sahabat nabi saw paling terkemuka yang masih hidup pada waktu itu. Mereka semua harus bersidang untuk menentukan siapa diantara mereka yang menggantikan kedudukan Umar bin Khattab sebagai khalifah.

Sebenarnya masih ada satu orang lagi yang dianggap mempunyai kedudukan tinggi pada saat itu yaitu Abdullah bin Umar, putra khalifah sendiri. Tetapi, khalifah Umar bin Khattab tidak menghendaki putranya disertakan sebagai anggota dewan syuro karena dengan ikutnya sang putra kemungkinan besar akan menggantikan kedudukan sebagai khalifah, padahal beliau tidak berharap Abdullah bin Umar menjadi penguasa setelahnya. Selain itu juga akan menimbulkan kesalahpahaman umat Islam bahwa khalifah Umar bin Khattab telah menyiapkan putera mahkota.

Dewan yang dibentuk tersebut diketuai oleh Abdurrahman bin Auf. Tugas utama dewan tersebut adalah menentukan salah seorang diantara mereka untuk menggantikan khalifah Umar bin Khattab. Adapun pelaksanaan pemilihan dengan cara musywarah untuk mencapai mufakat dan sangat demokratis. Apabila dalam pemilihan terjadi suara seimbang, maka keputusan terakhir ada pada ketua.

Sepeninggal Umar bin Khattab, Dewan Syuro memulai bersidang untuk menentukan siapa pengganti Umar. Sidang berjalan alot sehingga selama tiga hari lamanya. Pada hari terakhir, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwan, Sa’ad bin Abi Waqash dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri dari pencalonan. Maka calon khalifah yang tersisa adalah Ali bin Abi Thalib dan Usman bin Affan. Usia Usman bin Affan pada saat itu menginjak 70 tahun. Atas pertimbangan usia inilah, Usman bin Affan terpilih dan dibaiat menjadi khalifah pengganti khaifah Umar bin Khattab. Setelah dibaiat, Usman bin Affan berpidato sebagai berikut:

“Sesungguhnya kalian berada di tempat sementara, dan perjalanan hidup kalian pun hanya untuk menghabiskan umur yang tersisa. Bergegaslah sedapat mungkin kepada kebaikan sebelum ajal datang menjemput. Sungguh ajal tidak pernah sungkan datang sembarangan waktu dan keadaan baik siang maupun malam. Ingatlah sesungguhnya dunia penuh dengan tipu daya. Jangan kalian terperdaya oleh kemilau dunia dan janganlah kalian sekali-kali melakukan tipu daya kepada Allah. Sesungguhnya Allah tidak pernah lalai dan melalaikan kalian.”

D. ALI BIN ABI THALIB ASADULLAH

Menjelang berakhirnya kepemimpinan khalifah Usman bin Affan tersebar fitnah keji di tengah-tengah kaum muslimin di daerah-daerah kekuasaan Islam, khususnya di Basrah, Mesir dan Kuffah. Fitnah yang sangat keji itu dibawa oleh orang-orang munafik yang dimotori oleh Abdullah bin Saba. Dia merupakan orang Yaudi yang berpura-pura masuk Islam. upaya Abdullah bin Saba’ ternyata membuahkan hasil. Banyak kaum muslimin yang terpengaruh hasutan itu untuk mengadakan pemberontakan dan memaksa khalifah Usman bin Affan agar mundur sebagai khalifah.

Keadaan menjadi kacau dan posisi khalifah Usman bin Affan sangat terjepit, tetapi beliau tetap menolak untuk dikawal secara khusus sebagaimana usul para sahabanya. Para pemberontak semakin bergelombang dan akhirnya dapat menyerbu kediaman khalifah Usman bin Affan. Pada saat kaum pemberontak mengepung rumah khalifah Usman Affan , Ali mengutus dua putra lelakinya yang bernama Hasan dan Husain untuk melindungi khalifah Usman. Namun hal itu tak mampu mencegah bencana yang menimpa khalifah Usman dan juga kaum muslimin. Khalifah Usman terbunuh pada tanggal 17 Juni 656 M.

Beberapa sahabat terkemuka seperti Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah, ingin membaiat Ali sebagai khalifah. Mereka memandang bahwa dialah yang pantas dan berhak menjadi seorang khalifah. Namun Ali belum mengambil tindkan apapun. Keadaan begitu kacau dan mengkhawatirkan sehingga Ali pun ragu-ragu untuk membuat sutau keputusan dan tindakan. Setelah terus didesak, Ali ahirnya bersedia dibaiat menjadi khalifah pada tanggal 24 Juni 656 M, yang bertempat di masjid Nabawi. Pembaiatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah menyebabkan semakin banyak dukungan yang mengalir.

Demikian proses terpilihnya khulafaur rasyidin mulai dari khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin ABi Thalib. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
  • Abu Bakar terpilih secara aklamasi setelah terjadi diskusi dan perdebatan antara kaum Anshar dan kaum Muhajjirin dalam pertemuan Saqifah Bani Sa’idah (Balai pertemuan di Madinah). Pertemuan tersebut dapat dinamakan sebagai “Muktamar politik” yang didalamnya terjadi diskusi yang sesuai dengan cara-cara modern.
  • Untuk periode berikutnya, Umar bin Khattab dicalonkan oleh Abu Bakar As shiddiq setelah ia mengadakan musyawaroh dan konsultasi dengan beberapa sahabat utama dan menyampaikannya kepada umat Islam yang berkumpul di masjid nabawi. Pencalonan tersebut mendapat persetujuan mutlak dari kaum muslimin. Kemudian persetujuan tersebut dibuat dalam bentuk tertulis yang ditulis oleh Usman bin Affan. Berdasarkan surat pengangkatan tersebut, setelah Abu Bakar wafat, Umar dibaiat oleh kaum muslimin sebagai pengganti Abu Bakar di masjid Nabawi.
  • Selanjutnya Usman bin Affan dipilih oleh Dewan Syuro atau formatur yang dibentuk oleh Umar bin Khattab yang beranggotakan enam sahabat utama; Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Ali bin Abi Thalib dan Usman bin Affan. Yang bertugas memilih salah seorang diantara mereka. Dari sidang dewan syuro inilah kemudian terpilih Usman bin Affan sebagai khalifah menggantikan khalifah Umar bin Khattab. Pemilihan khalifah Usman ini didasarkan pada pertimbangan usia yang telah menginjak 70 tahun
  • Ali bin Abi Thalib dipilih setelah khalifah Usman bin Affan terbunuh. Pembaitan Ali sebagai khalifah menggantikan khalifah Usman bin Affan atas keinginan beberapa sahabat terkemuka seperti Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah, yang kemudian mendapat dukungan dari sebagian besar kaum muslimin.
Sumber Refrensi :
  • Ensiklopedi Islam; Volume 3. Tahun 2002
  • Buku Siswa Sejarah Kebudayaan Islam ; Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 kelas X. Tahun 2014 : Kementrian Agama Republik Indonesia
  • Modul Hikmah; Membina Kreatifitas dan Prestasi; Sejarah Kebudayaan Islam kelas X. Tahun 2018 : MGMP Guru PAI Madrasah Aliya


Post a Comment for "PROSES TERPILIHNYA KHULAFAUR RASYIDIN"