Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

FASE-FASE PEMERINTAHAN DINASTI BANI ABBASIYYAH LENGKAP (FASE 1-5)

FASE-FASE PEMERINTAHAN DINASTI BANI ABBASIYYAH

Pemerintahan Bani Abbasiyyah yang berlangsung selama 505 tahun dan diperintah oleh 37 khaifah diklasifikasikan ke dalam 5 fase pemerintahan:

A. Fase pertama / pembentukan tahun 750 M-847 M = 132 H-232 H

Fase pertama ini biasa disebut dengan periode pengaruh Persia pertama. Disebut demikian karena pada periode ini pemerintahan Dinasti Abbasiyyah sangat kental dipengaruhi oleh sebuah keluarga dari bangsa Persia, yaitu keluarga Barmak. Keluarga Barmak ini didirikan oleh seorang yang bernama Khalid bin Barmak. Ia  merupakan salah satu orang yang ikut berjasa dalam usaha merebut kekuasaan Dinasti Umayyah dengan kekuatan militer Dinasti Abbasiyyah. Ketika khaifah Abu Ja’far al Mansur berkuasa, Khalid bin Barmak ditunjuk untuk menduduki posisi sebagai wazir. Akhirnya keluarga Barmak secara turun temurun mempunyai pengaruh dan peran yang sangat penting dalam pemerintahan Dinasti Abbasiyyah hingga masa kekuasaan khalifah Harun Ar Rasyid.

Fase pertama ini dimulai dari kekuasaan khalifah pertama yakni Abu Abbas As Shaffah tahun 750 M/132H sampai khalifah ke 9 yakni al Watsiq tahun 847M/232H. Abu Abbas As Shaffah dan Abu Ja’far al Mansur sebagai khalifah pertama dan kedua disebut sebagai peletak pondasi yang kuat. Abu Abbas dengan sikap tegas dan beraninya mampu mengusir paksa semua bekas keturunan Muawiyah dari wilayah yang baru direbutnya dari kekuasaan Bani Umayyah, sehingga wilayah Islam Abbasiyyah pada saat itu menjadi aman dan kondusif. Sedangkan khalifah Abu Ja’far al Mansur dikenal sebagai penerus kebijakan khalifah pertama dengan merintis berdirinya Baitul Hikmah (perpustakaan). Abu Ja’far juga membuat kebijakan memindahkan ibu kota Abbasiyyah dari Damskus ke wilayah yang lebih luas dan jauh dari pengaruh Bani Umayyah I yaitu Bagdad di wilayah Persia.

Pada fase ini pula tepatnya pada masa pemerintahan khalifah ke 5 yaitu khalifah Harun Ar Rasyid membangun peradaban ilmu pengetahuan dengan menyediakan berbagai fasilitas pendidikan bagi masyarakat luas, mahasiswa, ulama atau para pecinta ilmu pengetahuan. Harun Ar Rasyid membangun lembaga-lembaga pendidikan seperti Kuttab, madrasah dan perguruan tinggi seperti universitas Nizamiyah, universitas Nisabur dan sebagainya.

Mahasiswa, ulama, guru dan para pemerhati ilmu pengetahuan yang ingin belajar dibayar oleh pemerintah dan disediakan tempat penginapan di dalam baitul hikmah yang dibangun dengan diameter yang sangat luas.  Pada masa ini para pencari ilmu dari Eropa datang dari wilayah Inggris dan Prancis untuk belajar dari Islam. mereka datang ke Andalusia, seperti di Toledo University, Sevilla University, Granada Univerrsity dan Kordova University. Di wilayah Abbasiyyah mereka mendatangi Nizamiyah university, Samarra University, Nisaburi University.

Madrasah Nizamiyah


Para pelajar dari Eropa selain belajar juga sambil mengamati suasana perkembangan ilmu pengetahuan seperti penulisan ilmu pengetahuan oleh ulama-ulama Islam, dan lembaga-lembaga ilmu pengetahuan terutama Baitul Hikmah yang didirikan hamper di semua kota-kota kekuasaan Abbasiyyah. Selesai belajar mereka mengembangkan ilmu dan pengalaman belajar di kota-kota Islam dengan mendirikan lembaga pengkajian yang diberi nama House of Wisdom di Inggris dan Perancis.

Kegiatan belajar menonjol lainnya adalah penerjemahan buku-buku filsafat Yunani dan buku-buku asing dengan cara menyewa para ahli bahasa yang beragama Kristen dan penganut agama lainnya.  Selain dalam bidang ilmu pengetahuan, pada fase ini khususnya masa khalifah Harun Ar rasyid juga dibangun beberapa fasilitas social seperti rumah sait, pemandian-pemandian umum serta sarana lain yang disediakan untuk masyarakat yang kurang mampu.

Sedangkan dalam bidang militer, khalifah Abu Abbas As Shaffah menggunakan kekuatan militer untuk menghancurkan sisa-sisa kekuatan Dinasti Umayyah. Paman khaifah Abu Abbas Ash Shaffah yang bernama Abdullah bin Ali sebagai pengatur dalam upaya melenyapkan seluruh keluarga dan kaki tangan Dinasti Umayyah. Keberanian dan ketegasan dalam setiap peperanganyang dilakukannya membuat Abu Abbas mendapat julukan As Shaffah yang berarti pemberani. Khalifah Abu Abbas meninggal pada tahun 754M kemudian kekuasaan pindah ke tangan saudranya yang bernama Abu Ja’far al Mansur.

Al Mansur mampu mengondisikan potensi pendukung Dinasti Abbasiyyah dan bersikap keras kepada siapa pun yang berusaha mengguncang kekuasaan Dinasti Abbasiyya. Salah satu contoh sikap itu ditunjukkan ketika ia menghentikan pemberontakan yang dilakukan oleh pamannya sendiri yang bernama Abdullah bin Ali. Pamannya itu diangkat sebagai gubernur di Syuria oleh Abu Abbas Ash Shaffah disertai janji bahwa dia akan diangkat sebagai khalifah penggantinya. Tetapi belakangan yang menjadi khalifah adalah khalifah Abu Ja’far al Mansur. Karena kecewa maka Abdullah bin Ali memberontak. Mengatasi pemberontakan itu, Abu Ja’far al Mansur mengutus Abu Muslim al Khurasani untuk menumpasnya. Dalam pertempuran yang terjadi di dekat Nasibin, pasukan Abu Muslim al Khurasani berhasil mengalahkan pasukan pemberontak.

Dalam perkembangan selanjutnya, khalifah Abu Ja’far a Mansur berpikir bahwa secara politis Abu Muslim al Khurasani bisa mengancam kedudukannya, karena kekuatan militer yang ada di belakang Abu Muslim al Khurasani dan pendukungnya sangat besar di Khurasan. Maka khalifah Abu Ja’far al Mansur menggeser posisinya dari Khurasan menjadi Gubernur di Suriah. Perintah tersebut tentu saja ditolak oleh Abu Muslim al Khurasani karena Khurasan adalah negeri sendiri. Abu Muslim al Khurasani akhirnya dijatuhi hukuman mati pada tahun 755 M. para pengikut Abu Muslim al Khurasani kemudian mengadakan pemberontakan menuntut balas, tetapi pemberontakan tersebut dapat diatasi oleh khalifah Abu Ja’far al Mansur.

Pemberontakan terjadi lagi pada taun 758 M oleh kaum Rawaudiyah. Setelah pemberontakan itu dapat diredam, muncul lagi pemberontakan Muhammad bin Ibrahim. Khaifah Abu Ja’far al Mansur kemudian bersikap keras terhadap setiap pemberontakan ini. Pasukan Dinasti Abbasiyyah yang dipimpin oleh Isa bin Mahan berhasil melenyapkan mereka. Di Mesopotamia juga muncul pemberontakan oleh kaum Khayar dan kaum Kurdi. Akhirnya Khalid bin Barmak ditunjuk sebagai gubernur di sana untuk meredam pemberontakan tersebut. Disusul kemudian, kaum khawarij di Arika Utara. Untuk mengatasinya, khalifah Abu Ja’far Al Mansur mununjuk Aqlab sebagai gubernur di sana, yaitu pada tahun 765 M.

Selain untuk mengatasi pemberontakan dalam negeri, kekuatan militer juga pernah dikerahkan oleh khalifah Abu Ja’far Al Mansur untuk urusan luar negeri. Misalnya, dalam upayanya merebut kembali Spanyol dari tangan Abdullah Ad Dakhil. Usaha ini gagal. Pasukan khalifah Abu Ja’far Al Mansur juga berperang melawan Bizantium. Pada tahun 759 M, khalifah Abu Ja’far al Mansur memimpin langsung sebuah ekspedisi ke Tabaristan.

Penerus kekuasaan Abu Ja’far A Mansur adalah anaknya yang bernama al Mahdi. Tetapi khalifah al Mahdi tidak sejalan dengan ayahnya. Al Mahdi menghadapi lawan-lawan politiknya dengan cara yang lebih lembut. Hasan, anak Ibrahim sebagai lawan politik yang dijebloskan ke penjara oleh ayahnya, ia bebaskan. Hak-hak istimewa kota-kota suci yang pernah dicabut oleh ayahnya, ia kembaikan seperti semula. Al Mahdi juga mengembalikan seluruh harta para keturunan nabi dan Ali bin Abi Thalib yang dirampas oleh ayahnya.

Khalifah berikutnya sepeninggal a Mahdi adalah al Hadi. Tetapi ia memerintah hanya sekitar satu tahun, beliau meninggal karena sakit. Ketika itu, terjadi pemberontakan oleh seorang keturunan Ali bernama Idris, yang masih saudara Muhammad dan Ibrahim. Setelah gagal, ia mengungsi ke Magrib (Maroko) dan tinggal di kota Fez. Kemudian Idris mendirikan Dinasti Idrisiyyah yang berkuasa di bagian Utara Afrika (sekarang termasuk wilayah Maroko dan Aljazair). Dinasti ini bertahan sekitar dua abad lamanya.

Pada tahun 786 M, Harun Ar Rasyid menduduki tahta kekhalifahan. Harun ar Rasyid adalah khalifah termasyhur dalam sejarah Daulah Abbasiyyah. Namanya menjadi legenda dalam kisah “seribu satu malam”. Kemasyhuran Harun al rasyid sejajar dengan Charlemange (karel agung) Raja Franca yang kemudian sebgai kaisar Romawi. Dua penguasa berpengaruh ini mengadakan hubungan diplomatic dan bersatu ketika menghancurkan Dinasti Umayyah di Spanyol dan Bizantium. Kepiawaian Harun A rasyid dibuktikan dengan kemampuannya menjalin hubungan politik dengan para penguasa misnya dengan raja-raja di daratan Cina.

Pada awal pemerintahan Harun ar Rasyid, kaum khawarij mengadakan pemberontakan lagi. untuk menumpas pemberontak itu, Ibrahim bin Aqlab diangkat menjadi gubernur di sana. prestasi Ibrahim bin Iqbal adalah keberhasilannya memulihkan keamanan dan stabilitas politik. ia juga mampu menyetor 40.000 dinart tiap tahun ke Bagdad. sebagai hadiah, khalifah Harun Ar Rasyid memberinya jabatan gubernur Afrika Utara kepada Ibrahim hingga turun temurun yang akhirnya mereka dikenal dengan Dinasti Aqlabiyah.

B. Fase Kedua tahun 847M-945M = 232 H-334 H

Fase kedua ini dikenal dengan pengaruh kekuasaan Turki pertama. fase ini dimulai dari khalifah khalifah ke sepuluh al Mutawakkil. pada fase ini perkembangan perdaban masih bisa berkembang, akan tetapi tidak sepesat seperti pada fase sebelumnya. peradaban ilmu dan peradaban lainnya, seperti membangun istana, masjid, dan kota masih tetap berjalan baik. 

Pada akhir abad ke 9 pada saat terjadi disintegrasi atau pecahnya kekuasaan Islam menjadi wilayah-wilayah kecil yang lepas dan merdeka dari pemerintahan Abbasiyyah sebagai pusat pemerintahan Islam, pada waktu itu proses pengembangan peradaban mulai menurun, tetapi para pelajar dari Eropa masih berbondong-bondong belajar di pusat-pusat peradaban, baik di Bagdad maupun di kota-kota di Andalusia. menurut hitungan para pakar sejarah, bahwa masa ini masih masuk dalam masa kejayaan peradaban Islam. Fase ini banyak pembesar istana berasal dari bangsa Turki, terutama yang bekerja sebagai pengawal istana dan pengawal khalifah. Disamping itu, pada fase ini figure khalifah hanya sebagai symbol keagamaan bagi para petinggi Negara. Para perwira militer Turki benar-benar telah menguasai pemerinatahan Dinasti Abbasiyyah.

C. Fase Ketiga tahun 945 M-1055 M = 334 H-447 H

Fase pengaruh dinasti Buwaihi atau disebut juga pengaruh Persia. Fase ini dikenal dengan masa disintegrasi di kekuasaan Abbasiyyah dan Mulukut Thawaif di Dinasti Umayyah II di Andalusia. wilayah-wilayah jauh Abbasiyyah seperti di Afrika Utara dan India minta merdeka dari Abbasiyyah. Tuluniyah dan Fatimiyah di Mesir serta Idrisi di Maroko dan Sabaktakim di India mengumumkan merdeka dan lepas dari kekuasaan Abbasiyyah.

Dinasti Buwaihi


Pada fase ini perkembangan ilmu pengetahuan masih berjalan meskipun sudah menurun. Mahasiswa dari Eropa tetap masih belajar di pusat-pusat perdaban Islam, baik di Bagdad maupun di Andalusia masih diramaikan dengan kegiatan belajar mengajar. Karya-karya monumental dari Muhammad al Khawarizmi, Al Gibra, al Jabar dalm bidang Matematika dan Logaritma serta karya ad Dawa, al Qanun fi Thib, As Syifa dari ilmuwan Umayyah Andalusia seperti Ibnu Sina, Ibnu Zuhr, masih menjadi idola para pelajar Eropa untuk mempelajarinya.

Khalifah-khalifah yang berkuasa pada fase ini, tidak mampu menjaga kondisi politik sehingga keadaan sering tidak stabil. Penyebab utamanya adalah terjadinya perebutan jabatan Amir al Umara diantara para petinggi Dinasti Buwaihiyyah sendiri. pada kondisi itu, para khalifah pun sampai kehilangan legitimasi keagamaannya.

D. Fase Keempat tahun 1055 M-1194 M = 447 H-590 H

Fase ini disebut periode pengaruh Turki kedua. Khalifah Al Qaim mengawali kekuasaan Dinasti Abbasiyyah pada fase ini. Orang-orang Turki memberi pengaruh lagi pada pemerintahan Bani Abbasiyyah melalui khalifah al qaim yang tidak menyukai dominasi Dinasti Buwaihiyah sehingga ia ingin melepaskan diri dari pengaruh dinasti Buwaihiyah. pada tahum 1055, kondisi keamanan masyarakat terancam akibat adanya perselisihan internal Dinasti Buwaihiyah di Bagdad. Khalifah al Qaim mengambil langkah pemulihan kekacauan dengan meminta bantuan Dinasti Seljuk untuk menyingkirkan orang-orang Dinasti Buwaihiyah dari istananya Tugrul Bek, pemimpin Dinasti Saljuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Dalam sejarah fase keempat ini disebut dengan fase kekuasaan Bani Saljuk atau dalam sejarah sering juga disebut juga dengan nama fase pengaruh Turki kedua. kegiatan ilmu pengetahuan masih berjalan seperti yang dikembangkan oleh Bani Abbasiyyah dan Bani Umayyah di Andalusia. Meskipun bersifat konservatif atau berjalan di tempat. Di wilayah Islam seperti Mesir telah berkobar Perang Salib mengahadapi kaum Nasrani yang berlangsung selama 2 abad.  Menarik untuk dicermati dalam sejarah bahwa, orang-orang Nasrani pada waktu itu selain berperang dengan umat islam dalm perang Salib, mereka juga belajar di universitas-universitas Islam yang masih bertahan dengan proses belajar mengajar.

E. Fase Kelima tahun 1194 M-1258 M = 590 H-656 H

Fase ini dikenal dalam sejarah perkembangan Islam sebagai fase lemah sampai fase hancurnya kekuasaan Islam Abbasiyyah. Setelah terjadi disintegrasi dan perang salib dalam wilayah Islam, maka kekuasaan Islam Abbasiyyah di Bagdad maupun kekuasaan Umayyah di Andalusia semakin menurun. Bahkan pada tahun 1258 M, Abbasiyyah diserang dan dibombardir oleh kekuasaan Mongol dengan membakar sekian ilmu pengetahuan serta membakar mati para ilmuwan Islam Abbasiyyah dengan cara membakar perpustakaan, sekolah-sekolah serta membakar fasilitas-fasilitas umum. 

Selain itu, pusat peradaban Islam yang ada di wilayah Andalusia diserang dan dihancurkan oleh dua kerajaan Nasrani Aragon dan Castelia, maka lengkaplah kehancuran Islam pada fase ini. kondisi peradaban Islam di Bagdad pada saat itu hancur lebur, dua sungai besar yang membelah kota Bagdad, Tigris, Eufrat menjadi hitam beberapa bulan lantaran dibuangnya abu pembakaran. Setelah kejadian tragi situ, maka kekuasaan Islam yang selama 5 abad lebih membangun peradaban dengan susah payah telah takluk dan hancur.

Invasi Mongol ke Baghdad


Kehancuran Dinasti Abbasiyyah datang bersamaan dengan serbuan pasukan Hulagu Khan pada tahun 1258 M. Kota Bagdad porak poranda dan berbagai peninggalan sejarah dihancurkan, khalifah al Mustasin dan seluruh keluarganya dibunuh dalam serbuan itu. Berakhir sudah kekuasaan Dinasti Abbasiyyah. Sistem politik dan militernya yang begitu kuat pada masa sebelumnya lenyap saat itu juga. Setelah itu, Bagdad dan wilayah Islam lainnya jatuh dalam kekuasaan Bangsa Mongol. Tetapi bukan berarti perjalanan perkembangan Islam berakhir.

Sumber Rujukan:
  • Direktorat Pendidikan Madrasah dan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI. 2015. Buku Guru Sejarah kebudayaan Isalm; Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah Kelas XI
  • Direktorat Pendidikan Madrasah dan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI. 2015. Buku Siswa Sejarah kebudayaan Isalm; Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah Kelas XI
  • Anonim. 2019. Modul Hikmah Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Aliyah Kelas XI

Post a Comment for "FASE-FASE PEMERINTAHAN DINASTI BANI ABBASIYYAH LENGKAP (FASE 1-5)"