Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KEBIJAKAN KHULAFAUR RASYIDIN (ABU BAKAR ASH SHIDDIQ)

KEBIJAKAN DAN PRESTASI KHALIFAH ABU BAKAR ASH SHIDDIQ

Sifat dan sikap Abu Bakar Ash Shiddiq tidak berubah meski beliau sudah menjadi khalifah. Beliau menjadi khalifah hanya dua tahun (632-634 M). Sebagai seorang khalifah, Abu Bakar Ash Shiddiq mengambil langkah dan kebijakan strategis bagi kelangsungan kehidupan umat Islam. Berikut ini beberapa kebijakan dan prestasi yang ditorehkan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq semasa menjadi khalifah.

  1. Memerangi Kaum Riddah (orang-orang murtad)

Ujian pertama yang dihadapi oleh Abu Bakar Ash Shiddiq semasa menjadi khalifah adalah banyaknya kabilah-kabilah Arab yang lari dan membelot dari ajaran agama Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Mereka umumnya berasal dari daerah-daerah yang jauh dari Madinah seperti Yaman, Oman, Hadhramaut, Bahrain dan Mahra.

Disintegrasi (pemisahan diri) ini, dilakukan oleh beberapa suku bangsa Arab dari Hijaz dan Nejed menyatakan melepaskan diri dari system kekuasaan kekhalifahan resmi bagi umat Islam. Suku-suku tersebut beralasan bahwa mereka hanya loyal terhadap perjanjian dengan nabi Muhammad saw sehingga dengan wafatnya nabi saw tidak ada lagi alasan untuk tetap loyal kepada Islam. Bentuk pembangkangan ini secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut;
  • Orang-orang yang murtad (keluar dari agama Islam)
  • Orang-orang yang tidak mau membayar zakat
  • Orang-orang yang mengaku sebagai nabi (nabi palsu)

Abu Bakar sangat memahami sifat kesukuan yang sangat kuat,  yang cenderung kepada pemimpinya karena memang bangsa Arab terkenal memiliki sifat kesukuan yang sangat tinggi. Mereka sangat egois dan selalu merasa suku mereka adalah yang tertinggi. Dampak dari kuatnya sifat paternalistic itu maka ketika pemimpin mereka memeluk Islam, maka akan diikuti oleh rakyaknya. Padahal jika para pemimpin memeluk Islam, mereka akan kehilangan pengaruh dalam masyarakat karena pemimpin suku harus tunduk dengan aturan Islam. Hal ini juga dapat menyebabkan adanya gerakan murtad (riddah), apalagi dengan tingkat keimanan yang masih lemah.

Hal tersebut tentu menimbulkan gangguan dan ancaman bagi persatuan dan stabilitas pemerintahan karena gerakan itu terjadi hampir di seluruh negeri di jazirah Arab. Menghadapi keadaan yang berbahaya tersebut, khalifah Abu Bakar menunjukkan sikap tegasnya. Mislanya dalam ucapannya bahwa zakat itu hanya seutas tali unta, tetapi mereka yang tidak mau menunaikannya, maka akan diperangi. Meski demikian khalifah Abu Bakar berpesan kepada para panglima agar tetap mengedepankan pendekatan dakwah untuk memperoleh kemenangan dan kedamaian.

Dengan ketegasan khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq, banyak diantara mereka yang berpikir untuk melawan sehingga mereka tunduk lagi kepada pemerintahan Islam, selebihnya mereka ada yang memilih perang daripada harus berdamai dengan pasukan Islam. Para pembangkang itu dipimpin oleh nabi palsu. Dikatakan sebagai nabi palsu karena mereka mengangkat dirinya sebagai nabi untuk menghancurkan Islam. Para nabi palsu itu antara lain:
  • Thulaihah bin Khuwailid al Asadi
  • Malik bin Nuwairoh
  • Musailamah al Kazab
  • Aswad al Ansi

Seiring dengan hal itu, langkah dan kebijakan yang pertama kali diambil Abu Bakar adalah menyiapkan 11 (sebelas) pasukan. Setiap kelompok pasukan, dipimpin oleh seorang panglima, masing-masing panglima diserahi panji pasukan (al liwa) dan selembar surat janji (al ‘ahd). Surat janji itu berisi amanat perang yang mengatur tata tertib dan disiplin ketentaraan. Berikut ini nama-nama pasukan dengan panglimanya masing-masing:

  • Pasukan Khalid bin walid bertugas menghadapi Thulaihah bin Khuwailid dan Malik bin Nuwairoh di wilayah al Battah. Perlu diketahui bahwa sebelum masuk Islam, Thulaihah adalah seorang tukang sihir. Sepeninggal Rasulullah saw, Thulaihah mengangkat dirinya sebagai nabi dan menuntut Abu Bakar untuk mengakui kenabiannya. Kontan Abu bakar menolak. Sadar bahwa Thulaihah telah menyiapkan pasukannya di perbatasan Madinah untuk melakukan penyerangan, Abu Bakar bergegas menyiapkan pasukannya. Pasukan dibagi tiga; sayap kanan dipimpin Nukman bin Muqarram, sayap kiri dipimpin Abdullah bin Muqarram dan pasukan cadangan langsung dipimpin olehnya. Menjelang fajar, pertempuran terjadi. Pasukan musush berhasil dikalahkan. Sementara itu, Thulaihah dan sisa pasukannya menyelamatkan diri dan memohon perlindungan ke suku Ghatafan. Panglima Khalid bin Walid tidak mau tinggal diam. Dia terus mengejar hingga pasukan Thulaihah yang dibantu oleh Ghatafan, Murra dan Fezara berhasil dihancurkan. Namun, Thulaihah dan istrinya brehasil menyelamatkan diri ke Syiria dan dikabarkan bahwa dia akhirnya kembali memeluk agama Islam.  demikian juga dengan orang-orang Ghatafan, Murran dan Fezara mereka akhirnya kembali memeluk Islam. Sedangkan Malik bin Nuwairah yang menguasai Bani Yarbu dan Bani Tamim, tidak lagi mengakui kebenaran Islam sepeninggal Rasulullah saw. Setelah upaya damai tidak ditanggapi, maka pasukan Khalid bin walid bergerak menuju perkampungan mereka. Malik bin Nuwairah mati terbunuh dalam pertempuran tersebut. Hal itu membuat pasukan musuh bercerai berai dan banyak juga yang melarikan diri ke luar daerah.
  • Pasukan Ikrimah bin Amr (anak Abu jahal) bertugas menghadapi Musailamah al Kazab di wilayah Bani Hanifah (Yamamah). Perlu diketahui bahwa Musailamah al kazab adalah tokoh cendekiawan dan terpandang di lingkungan Bani Hanifah (Yamamah). Sepeninggal rasulullah saw ia memproklamirkan diri sebagai nabi dan rasul. Bahkan untuk memperkuat pengaruhnya, dia menikahi Sajjah binti al Harits bin Suwaid bin Aqfan yang juga mengaku sebagai nabi. Alhasil dia mempunyai pasukan hingga mencapai 40.000 tentara. Abu Bakar pun segera bertindak. Dikirimlah pasukan muslim di bawah pimpinan Ikrimah bin Amr bin Hisyam dan pasukan cadangan di bawah pimpinan Syrahbil bin Hasanah. Untuk memperkuat barisan, Abu Bakar memerintahkan Khalid bin walid untuk mengirim pasukannya guna mengepung Musailamah. Pertempuran sengit terjadi, pasukan muslim hampir mengalami kekalahan. Namun, Khalid bin Walid segera menerapkan taktik jitu. Pasukan muslim ditarik mundur. Manakala pasukan musuh mendekati bekas perkemahan pasukan muslim untuk mencari harta rampasan, pasukan muslim balik menyerang. Musuhpun dapat dikalahkan. Musailamah dan sisa pasukannya menyelamatkan diri ke al Hadikat. Pasukan Khalid terus mengejar hingga pasukan Musailamah dapat dihancurkan. Musailamah sendiri tewas di tangan Wahsyi. Setela peristiwa tersebuh, Bani Hanifah kembali membaiat Abu Bakar sebagai khalifah.
  • Pasukan Zubair bin Awwam yang bertugas menghadapi Aswad al Ansi. Aswad Al Ansi adalah pemimpin suka Badui di Yaman. Mereka berhasil merebut Najram dan San’a dari kekuasaan Islam.  Pemberontakan Aswad Al Ansi segera ditangani oleh Abu Bakar dengan mengirimkan Zubair bin Awwam untuk menghancurkan mereka. Ketika Zubair bin Awwam tiba di Yaman, Aswad Al Ansi telah mati terbunuh ditangan Gubernur Yaman, pasukan Islam berhasil menguasai Yaman. Disamping itu, Pasukan Muhajir bin Abi Umayyah yang bertugas menghadapi sisa pasukan Aswad al Ansi, membantu kaum al abnak (peranakan) menghadapi Kais bin Maksyuh, kemudian masuk ke wilayah Kindah dan Hadhramaut.. Adapun sisa pasukannya dipimpin oleh Kais bin Abdi Yaguts. Dialah yang memimpin gerakan riddah di Yaman sepeninggal rasulullah saw. Untuk menghancurkan gerakan Kais, diutuslah panglima Ikrimah bin Amr dengan dibantu oleh pasukan Muhajir bin Umayyah. Pertempuran pun trejadi. Tida berlangsung lama, Kais bin Abi Yaguts menyerahkan diri dan kemudian diserahkan kepada khalifah Abu Bakar.
  • Pasukan Khalid bin said bertugas menghadapi suku-suku besar Arab di wilayah tengah bagian utara hingga perbatasan Syiria dan Irak
  • Pasukan Amr bin Ash yang bertugas menghadapi dua suku besar di wilayah utara bagian barat laut, yaitu Qudla’ah dan Wadi’ahPasukan Huzaifah bin Muhsib al Ghalfani yang bertugas menghadapi penduduk di wilayah Daba (pesisir tenggara Arabia)
  • Pasukan Arfajah bin Hartsamah yang bertugas menghadapi gerakan riddah di wilayah Mahra dan Oman (pesisir selatan Arabia)
  • Pasukan Surahbil bin Hasanah yang bertugas sebagai pasukan cadangan Ikrimah bin Hisyam di wilayah yamamah
  • Pasukan Maan bin Hijaz yang bertugas menghadapi suku besar di sekitar Wilayah Thaif yaitu Salim dan Hawazin
  • Pasukan Suwaid bin Muqarram yang bertugas menghadapi kaum riddah di wilayah Tihamah (sepanjang pesisir Laut Merah)
  • Pasukan Allak bin Muqarram yang bertugas mengahadapi kaum riddah di wilayah Bahrain.

Seluruh perang melawan pemberontak yang murtad tersebut disebut dengan perang Riddah karena memerangi kaum yang murtad. Pasukan muslim berhasil memenangi seluruh pertempuran. Dengan kemenangan itu maka kewibawaan Islam kembali naik. Akhirnya seluruh jazirah Arab menyatakan tunduk dengan aturan Islam.

2. Melanjutkan Pengiriman Pasukan Usamah

Dikisahkan bahwa menjelang sakit, nabi Muhammad saw membentuk pasukan guna dikirim ke perbatasan Syiria. Pasukan yang terdiri dari tokoh-tokoh Muhajjirin seperti Umar bin Khattab dan tokoh-tokoh Anshar itu dipimpin oleh Usamah bin Zaid. Usamah bin Zaid merupakan seorang pemuda yang baru berusia 20 tahun. Hal ini sengaja dilakukan oleh Rasulullah saw untuk mengkader generasi muda Islam sebagai calon pemimpin. Pasukan Usamah pun berangkat ke Syiria. Namun, ketika sedang beristirahat di Jurfa, terdengar kabar bahwa nabi Muhammad saw sakit. Akhirnya mereka memutuskan untuk tidak meneruskan perjalanan dan kembali lagi ke Madinah, sampai akhirnya nabi Muhammad saw wafat.

Masalah pemberangkatan pasukan Usamah kembali dibicarakan setelah pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah. Malam itu, selesai mengucapkan khutbah jabatan, Abu Bakar membicarakan hal itu bersama tokoh Anshar dan Muhajjirin. Sebagian dari mereka merasa keberatan karena akan mengaibatkan kekosongan kekuatan di Madinah. Namun demikian, Abu Bakar mempunyai pertimbangan lain. Menurutnya, pemberangkatan pasukan akan mengalihkan perhatian kaum muslimin yang hampir mengalami perpecahan dalam menentukan pengganti Rasulullah saw. Lebih dari itu, pemberangkatan pasukan akan membangkitkan dan menyatukan semangat umat Islam  utuk menghancurkan musuh-musuh Islam. Abu Bakar berkata;

“Demi Dzat yang menguasai diriku! Meski aku mengira bahwa hewan-hewan buas akan menerkamku, aku akan tetap memberangkatkan pasukan Usamah. Ini sebagaimana yang diperintahkan oleh Nabi saw. Meskipun di negeri ini tidak ada orang lagi selain diriku, aku akan tetap melaksanakannya! Meskipun harus menghadapi terkaman anjing dan srigala, aku tidak akan merombak keputusan Nabi Muhammad saw.”

Demikian keteguhan hati sang khalifah. Maka, pada haru Rabu sore, 14 Rabiul Awwal 11 H, pasukan Usamah diberangkatkan ke Jurfa. Saat itu, Usamah duduk di atas kudanya, sementara Abu Bakar berjalan kaki di sisinya. Adapun kuda Abu Bakar dituntun oleh Abdurrahman bin Auf. Dengan penuh rasa sungkan, berulang kali memohon agar diperkenankan turun dari kudanya. Namun, Abu Bakar menolaknya. Sebaliknya Abu Bakar berkata, “Demi Allah, jangan turun meski aku tidak berkendaraan. Biarlah telapak kakiku dipenuhi dengan debu jalan Allah. Bukankah setiap langkah pejuang akan memperoleh imbalan tujuh ratus kebajikan, meninggikan derajat dan martabatnya, serta menghapuskan 700 kesalahannya?” bahkan, dalam perjalanan menuju Jurfah itula Abu Bakar berkata demikian, “Wahai Usamah! Jika menurutmu Umar bin Khattab dapat membantuku setelah keberangkatanmu, sudi kiranya dirimu mengizinkan!” Sungguh bijak sang khalifah.

Khalifah Abu bakar benar-benar menghormati wewenang dan kekuasaan pejabatnya. Meski mudah baginya untuk memerintahkan Umar menemani dirinya, namun hal itu tidak dilakukannya. Dia sangat menghormati wewenang Usamah sebagai panglima pasukannya. Sungguh sebuah akhlak dan perilaku yang patut diteladani oleh semua. Dan tanpa berpikir panjang Usamah pun mengabulkan perintahnya.

Sesampainya di Jurfa, Abu Bakar memberikan amanat perang sebagai berikut, “ Wahai manusia, berdirilah! Aku akan memberikan sepuluh amanat, maka terimalah. Jangan berkhianat, berbuat keterlaluan, menganiaya dan menggantung, membunuh anak-anak, orang tua, dan wanita, merusak pohon-pohon tamar dan membakarnya, menebas pohon-pohon yang sedang berbuah, serta jangan menyembelih domba, sapi dan unta kecil kecuali untuk dimakan. Ketahuilah bahwa kalian nanti akan bertemu dengan kelompok masyarakat yang melakukan kebaktian dalam gereja. Maka biarkanlah mereka dengan kebaktiannya. Kalian juga akan bertemu dengan sekolompok masyarakat yang akan menyumbangkan bejana-bejana yang penuh dengan makanan. Maka setiap kali mencicipinya, janganlah kalian lupa menyebut nama Tuhan (membaca basmalah). Kemudian kaian juga akan berhadapan dengan kelompok-kelompok yang melakukan perlawanan sengit dan mengelilingi dirinya dengan berbagai pertahanan. Maka hancurkanlah dengan kekuatan pedang kalian! Sekarang, berangkatlah dengan nama Allah!”

Demikianlah amanat perang sang khalifah yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan prinsip-pronsip perang menurut Islam, jauh sebelum Negara-negara Barat membuat prinsip-prinsip perang melalui Konvensi Genewa pada tahun 1864. Dalam kenyataannya, prinsip-prinsip tersebut sangat membantu perjuangan kaum muslimin. Disamping itu, penaklukkan imperium Romawi dan Persia juga dilatarbelangi oleh kehidupan rakyat di bawah kekuasaan Romawi dan Persia, yang dipenuhi dengan kebijakan yang menyengsarakan rakyat banyak dan tidak manusiawi seperti pemungutan pajak yang memberatkan.

Selesai mendengarkan amanat perang, pasukan Usamah berangkat ke medan pertempuran. Sementara Abu Bakar dan Umar bin Khattab kembali ke Madinah. Saat itu, tujuan pengiriman pasukan Usamah adalah ke kerajaan Ghassan yang berpusat di Damaskus. Di sana, pasukan Usamah akan meminta pertanggungjawaban sang raja atas kesewenang-wenangannya ketika membunuh utusan yang dikirim nabi saw. Mut’ah itulah tempat pertama yang dituju Usamah, sebuah tempat yang pernah menjadi medan pertempuran antara kaum muslimin di bawah pimpinan Zaid bin Harisah (Ayah Usamah) dengan pasukan Romawi yang dipimpin oleh Heraclius. Saat itu, gugur beberapa tokoh Islam seperti Zaid bi Harisah, Ja’far bin Abu Tholib dan Abdullah bin Rawahah. Sekitar 40 hari, pasukan Usamah bereprang melawan pasukan kerajaan Ghassan dan berhasil mengalahkan pihak lawan. Usamah pulang ke Madinah dengan membawa harta rampasan yang cukup banyak. Pengaruh positif dari kebijakan pengiriman pasukan ini adalah timbulnya rasa takut dalam diri kaisar Heraclius setelah menyaksikan kekuatan kaum muslimin.

3. Kodifikasi Al Qur’an/Pengumpulan Lembarang Ayat-ayat Suci Al Qur’an

Perang Riddah menimbulkan banyak korban, termasuk sebagian para penghafal al Qur’an. Kenyataan ini sangat merugikan sekaligus mengkhawatirkan jika semakin banyak penghafal al Qur;an gugur. Akibatnya al Qur’an bisa hilang. Menyadari hal itu, Umar bin Khattab mengusulkan pengumpulan al Qur;an. Ia mengusulkan idenya tersebut kepada khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq.

Ide Umar ini dilatarbelakangi oleh banyaknya sahabat penghafal al Qur’an yang gugur sebagai syahid dan peristiwa perang Yamamah pada tahun 12 H. diperkirakan sahabat penghafal al Qur’an yang gugur waktu itu sekitar 70 orang. Umar sangat khawatir jika nantinya al Qur’an akan musnah karena banyaknya huffad yang gugur. Kemudian beliau segera mengusulkan pengumpulan ayat-ayat al Qur’an. Pada mulanya khalifah Abu Bakar menolak usulan tersebut, karena Rasulullah saw tidak pernah melakukan hal tersebut semasa hidup. Tetapi setelah bermusyawaroh dengan para sahabat, maka kahlifah Abu Bakar menyetujui usulan Umar bin Khattab.

Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan dan membukukan al Qur’an dengan alasan memang ia adalah penulis wahyu ketika nabi saw masih hidup. Di samping itu, ia juga sangat paham terhadap persoalanyang terkait dengan al Qur’an. Pada mulanya Zaid bin Tsabit menolak, kemudian keduanya bertukar pendapat sampai pada akhirnya Zaid bin Tsabit menerima dengan lapang dada perintah penulisan al Qur’an tersebut. Zaid melaksanakan tugasnya dengan sangat teliti dan hati-hati, dengan bersandar pada hafalan par Qurra’ (para penghafal al Qur’an) dan catatan yang ada pada para penulis.

Zaid bin Tsabit mengumpulkan al Qur’an dari daun, pelepah kurma, batu, tanah keras, tulang unta atau kambing dan juga dari hafalan-hafalan para sahabat. Zaid bin Tsabit bekerja sangat teliti sekaliapun ia hafal al Qur’an seluruhnya, tetapi untuk kepentingan pengumpulan al Qur’an yang sangat penting bagi umat Islam itu, dia masih memandang perlu mencocokkan hafalan atau catatan dari para sahabat yang lain dengan disaksikan oleh dua orang sksi. Dengan demikian al Qur’an seluruhnya telah ditulis oleh Zaid bin Tsabit dalam lembaran-lembaran dan diikatnya dengan benang yang tersusun menurut urutan ayat-ayatnya sebagaimana telah ditetapkan oleh nabi Muhammad saw.
Kemudian Mushaf al Qur’an hasil pengumpulan Zaid tersebut disimpan oleh Abu Bakar, peristiwa tersebut terjadi pada tahun 12 H. Setelah Abu Bakar wafat pada tahun ke 13 H, mushaf tersebut disimpan oleh khalifah sesudahnya yaitu Umar bin Khattab, setelah Umar wafat mushfaf tersebut disimpan oleh putrinya yang sekaligus istri rasulullah saw yang bernama Hafsah binti Umar ra.

Setelah sahabat Ali bin Abi Thalib memberi penilaian atas dikumpulkannya mushaf al Qur’an dengan perkataannya “orang yang paling berjasa terhadap mushaf adalah Abu Bakar, semoga ia mendapatkan rahmat Allah karena dialah yang pertama kali mengumpulkan al Qur’an, disamping itu beliau juga yang pertama kali menyebut al Qur’an sebagai mushaf.”


4. Perluasan Wilayah (Futuhat)

Keberhasilan dalam perang riddah, ancaman dari dalam jazirah Arab dapat dikatakan teratasi. Namun ancaman dari luar sedang bergerak. Kekuasaan dijalankan pada masa khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa rasulullah saw yang bersifat sentral. Kekuasaan legislative, eksekutif dan yudikatif berpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, khalifah juga melaksanakan hokum. Meskipun demikian, sepertihalnya nabi Muhammad saw Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawaroh. 

Setelah kondisi dalam negeri menunjukkan tanda-tanda man dan terkendali, makah khalifah Abu bakar Ash Shiddiq mulai dengan misi dakwahnya yaitu menyebarkan ajaran Islam ke daerah lain. Penyebaran Islam sebagai rahmat bagi segenap alam itu dilakukan dengan upaya pendekatan damai sehingga bukan bentuk dari penjajahan. Khalifah Abu Bakar menekankan pada para panglima untuk menghindari peperangan sebelum upaya damai dilakukan. Hal-hal yang ditekankan oleh khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq kepada para da’i atau tentara Islam ketika berdakwah di daerah baru sebagai berikut:
  • Diajak memeluk Islam, sehingga mendapatkan perlindungan jiwa dan hartanya
  • Tidak memaksa untuk memeluk Islam, kalau tidak mau maka harus membayar jizyah (pajak perlindungan yang sangat ringan). Dengan begitu mereka mendapat perlindungan jiwa dan harta
  • Apabila dengan jalan damai tidak mau, maka akan diperangi

Dengan ketiga pedoman tersebut, para pendakwah atau kaum muslimin mendapat sambutan yang menggembirakan dari penduduk daerah baru. Hal ini membuktikan bahwa Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam benar-benar menjadi kenyataan. Daerah baru yang menjadi sasaran dakwa kaum muslimin adalah daerah yang berada di bawah kekuasaan Persia dan Bizantium. 

Kekaisaran Persia meliputi daerah yang luas dari Irak bagian Barat, Suriah (Syam), hingga bagian utara Jazirah Arab. Banyak kabilah Arab yang tunduk di bawah kekuasaan mereka. Melihat cahaya Islam belum menyentuh daerah itu maka khalifah Abu Bakar mengirimkan dua panglima perang yaitu Khalid bin Walid dan Musanna bin Harisah untuk mengaja daera tersebut masuk dalam kekuasaan Islam.

Seluruh daerah Hirah, Anbar, Daumatul Jandal dan Fars dapat mereka kuasai. Peperangan di wilayah Persia itu berhenti setelah Abu Bakar meminta Khalid bin Walid berangkat ke Suriah untuk menambah kekuatan pasukan muslim yang menghadapi pasukan yang sangat besar dari Bizantium. Pemegang pimpinan pasukan kemudian dialihkan kepada Musanna bin Harisah.

Kekaisaran Bizantium memusatkan pemerintahannya di kota Damaskus. Suriah untuk mengendalikan daerah jajahan di Arab dan sekitarnya. Dengan kekuatan tentara Bizantium yang sangat besar, maka untuk menghadapi mereka khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq mengirimkan pasukan berlapis. Pasukan kaum muslimin yang dikirim tersebut yaitu:

1) Yazid bin Abu Sufyan yang ditugaskan di Damaskus
2) Abu Ubaidah bin Jarrah ditugaskan di Hims sebagai palnglima besarnya
3) Amru bin Ash ditugaskan di Palestina
4) Surahbil bin Hasanah ditugaskan di Yordania

Seluruh pasukan kaum muslimin ketika itu berjumlah 18.000 personil. Sedangkan pasukan Romawi berjumlah 240.000 orang. Kekuatan yang tidak seimbang itu menjadikan pasukan kaum muslimin sulit untuk menembus musuh. Khalifa Abu Bakar kemudian memerintahkan Khalid bin Walid berangkat menuju Syam. Perjalanan ditempuh oleh Khalid bin Walid selama 18 hari menuju Syam. Setalah sampai, ia langsung bergabung dengan pasukan muslim di sana.

Pertempuran sengit terjadi di pinggir sungai Yarmuk, maka perang besar tersebut disebut dengan perang Yarmuk. Ketika perang hebat masih berlangsung, pasukan kaum muslimin mendengar kabar bahwa khalifah Abu Bakar meninggal dunia. Posisi khalifah Abu Bakar digantikan oleh Umar bin Khattab. Bersamaan dengan itu Khalid bin Walid digantikan oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Perang Yarmuk yang memakan jiwa dan harta itu akhirnya membuahkan hasil yang gemilang. Kaum muslimin mendapat kemenagan dalam pertempuran itu sehingga menjadi kunci utama hancurnya kekaisaran Bizantium di tanah Arab.


Demikian pembahasan tentang kebijakan dan prestasi khalifa Abu Bakar Ash Shiddiq, dapat disimpulkan sebagai berikut:
A. Jasa-jasa Abu Bakar Ash Shiddiq
  1. Memerangi orang-orang yang mengaku sebagai nabi, antara lain; Musailamah al Kahzab, Thulaihah, Aswad al Ansi dan Malik bin Nuwairoh
  2. Memerangi suku-suku yang tida mau membayar zakat, karena perjanjian mereka membayar zakar hanya kepada nabi saw. Sehingga setelah nabi saw wafat, maka mereka merasa bebas untuk tidak membayar zakat
  3. Memberantas pemberontakan dari orang-orang yang murtad dan menolak hokum Islam
  4. Menugasi Zaid bin Tsabit untuk menyusun mushaf al Qur’an atas usul Umar bin Khattab.  Alasan penyusunan tersebut adalah;
  • Penghafal Al Qur’an banyak yang gugur dalam beberapa pertempuran
  • Tulisan yang ada di pelepah-pelepah kurma, batu-batu maupun tulang-tulang banyak yeng berserakan sehingga dikhawatirkan rusak atau hilang

       5. Memperluas wilayah penyebaran agama Islam ke:
  • Hiroh dijadikan pusat pertahanan dan ibu kota di luar Arab
  • Anbar dan Persia
  • Daumatul Jandal
  • Firad, Kazima (Mazar)
  • Yarmuk, Syam (pernah dikuasai tentara Romawi)
  • Syiria (Usamah bin Zaid bin Haris melawan Kaisar Heraclius di Yarmuk


B. Peninggalan Abu Bakar Ash Shiddiq
  1. Mushaf al Qur’an
  2. Daerah kekuasaan Islam yang semakin luas
  3. Sikap keteladanan beliau; teguh pendirian, selalu semangat, tekad, berpegang pada kebenaran  dan berkorban jiwa harta demi membela kewibawaan Islam.


Sumber refrensi :

  • Subchi, Imam. 2014. Sejarah Kebudayaan Islam; Kurikulum 2013. Semarang: PT Karya Toha Putra
  • Kementrian Agama RI. 2014. Buku Siswa; Sejarah Kebudayaan Islam kelas X; Kurikulum 2013. Jakarta: Kemenag RI
  • MGMP PAI Madrasah ALiyah. 2018. Modul Sejarah Kebudayaan Islam kelas X


Post a Comment for "KEBIJAKAN KHULAFAUR RASYIDIN (ABU BAKAR ASH SHIDDIQ)"