Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

DISTINGSI PERKEMBANGAN ISLAM DI ASIA TENGGARA

Sebagaimana yang telah kita pelajari bahwa penyebaran agama Islam di Nusantara, khususnya di Indonesia memiliki berbagai karakteristik yang berbeda di setiap daerahnya. Islam di Nusantara dikenal sebagai Islam moderat, karena penyebaran agama Islam pertama kali dilakukan dengan cara damai bukan jalan paksaan. Terlebih, penyebaran Islam di Indonesia dikenal dengan fleksibel, cenderung beradaptasi dengan budaya yang ada.    Para pedagang yang menyebarkan agama Islam ke berbagai penjuru nusantara menerima budaya-budaya yang ada di nusantara dan cenderung berdaptasi terhadap kebudayaan yang ada di nusantara. Begitu juga dengan masyarakat, mereka cenderung mudah menerima segala kebudayaan bahkan ajaran Islam yang dibawa oleh para pedagang. Inilah yeng mebuat ajaran Islam dan proses asimilasi di nusantara berjalan secara efektif dan damai tanpa ada paksaan dan kekerasan.  Azyumardi Azra juga menyampaikan bahwa datangnya Islam di Asia Tenggara melalu proses Vernakularisasi yaitu pembahasan kata-kata atu konsep kunci dari bahasa Arab ke bahasa lokal yaitu bahasa Melayu, Jawa, Sunda dan Bahasa Indonesia. Kemudian prose ini diikuti Pribumisasi, sehingga Islam menjadi tertanam (embedded) dalam budaya Indonesia.  Oman Fathurrahman menguatkan pernyataan Azyumardi Azra dengan menyebut bahwa Islam Nusantara adalah Islam yang empiric dan distingtif sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indegenisasi, penerjemahan, vernakularisasi Islam universal dengan realitas soial, budaya dan sastra di Indonesia.   Azyumardi Azra menambahkan bahwa peradaban Melayu Indonesia atau yang sekarang disebut dengan Asia Tenggara merupakan bagian integral dari peradaban Islam secara keseluruhan. Integralisme ini terlihat pada kesatuan akidah, ibadah dan muammalah pokok yang wajib diimani dan diamalkan kaum muslimin (Great Culture). Selain kesatuan keimanan dan dan pengamalan ajaran pokok, kaum muslimin juga terintegrasi dalam berbagai jaringan (networks) dengan masyarakat kawasan lain, khususnya semenanjung Arabia. Jaringan ini mencakup bidang politik, kelimuan, keulamaan, ekonomi, perdagangan dan kebudayaan. Berbagai jaringan ini memiliki peran signifikan dalam pembentukan dinamika historis dan peradaban Islam di Asia Tenggara.  Disamping menampilkan wataknya yang terkait dengan Islam Universal, peradaban Islam Asia Tenggara pada saat yang sama menampilkan ciri-ciri dan karakter yang distingtif dan khas yang berbeda dengan peradaban Islam di wilayah lainnya. Karakter distingtif ini dapat ditemukan pada penampilan fisik melayu dan budaya mterialnya dipengaruhi oleh lingkungan alam, geografi bahkan cuaca nusantara. Semua ralita ini memunculkan gaya hidup, adat istiadat dan tradisi yang khas pula.  Wilayah nusantara sendiri terbentuk menjadi ranah budaya Islam (Islamic cultural spheres) distingtif. Wilayah muslim Nusantara adalah salah satu dari delapan ranah budaya Islam yang memiliki distingsi masing-masing. Kedelapan ranah budaya Islam tersebut adalah; Arab, Persia/Iran, Turki, Anak Benua India, Nusantara, Asia Timur, Afrika Hitam dan belahan dunia Barat. Setiap budaya Islam memiliki faktor pemersatu seperti bahasa, budaya dan tradisi khas, sehingga ekspresi sosial budaya dan politiknya pun berbeda-beda.  Terdapat beberapa alasan yang menjadikan Islam di Asia Tenggara berbeda dengan Islam di kawasan lain. Alasan yang dimaksud meliputi:  Pembentukan distingsi Islam berkaitan dengan watak penyebaran Islam ketika pertama kali datang ke kawasan ini. Kedatangan Islam dan proses asimilasi pada umumnya berlangsung secara damai. Islam yang datang pertama kali adalah Islam yang umumnya dibawa oleh para guru sufi yang mengembara dari satu tempat ke tempat lain untuk menyebarkan Islam. Islam sufistik ini memiliki kecenderungan kuat untuk lebih akomodatif dan inklusif terhadap tradisi dan parktik keagamaan lokal. Sosiologi masyarakat Asia Tenggara umumnya berbeda dengan kaum muslimin di kawasan Arab atau wilayah lain. Masyarakat Asia Tenggara umumnya adalah pesisir yang kehidupannya bergantung pada perdagangan antar pulau dan antar benua. Sedangkan mereka yang berada di pedalaman adalah masyarakat agraris yang kehidupannya bergantung pada pertanian. Masyarakat agraris banyak dipengaruhi pandangan dunia mistis. Sosiologi masyrakat ini sedikit banyak mempengaruhi pandangan Islam di kalangan masyarakat Asia Tenggara.  Azyumardi Azzra dalam Distinguishing Indonesian Islam: Some Lesson to Learn, menyebutkan terdapat 7 distingsi lain yang membedakan Islam di Indonesia dengan daerah lainnya yaitu: 1) Islam dibawa dengan kedamaian, bukan dengan senjata dan peperangan, 2) Masuk lewat budaya, 3) Kaya akan budaya, 4) Indonesia berasaskan Pancasila, 5) Peran wanita, 6) Organisasi masa, seperti NU, Muhammadiyah, Persis dan lainnya dan 7) Kelompok radikal seperti NII dan DI/TII.  Agama Islam adalah salah satu factor terpenting pemersatu Islam Asia Tenggara. Islam mengatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara berbagai suku bangsa dan menjadi supra identity yang mengatasi batas-batas geografis, sentiment etnis, identitas kesukuan, adat istiadat dan tradisi lokal lainnya.  Berdasarkan pemarapan di atas, dapat dipahami bahwa distingsi Islam di Asia Tenggara mencakup pola penyebaran dan penerimaan agama Islam di wilayah kawasan Asia Tenggara. Pola penyebaran dan penerimaan ajaran Islam di Asia Tenggara, memiliki karakteristik dan kekhasan yang berbeda dengan wilayah lainnya. Islam di Asia Tenggara disebarkan dengan cara damai tanpa peperangan dan kekerasan. Penyebaran agama Islam di Asia Tenggara dilakukan dengan metode dakwah yang efektif dengan memasukkan nilai-nilai ajaran Islam dalam budaya dan tradisi nusantara yang telah ada sebelumya. Dengan pola penyebaran yang demikian inilah, menjadikan Islam mudah diterima oleh masyarakat di kawasan Asia Tenggara.  Adapun pola penerimaan Islam di Asia Tenggara ini terdiri dari dua pola, yaitu: Pertama, Pola Buttom-Up maksudnya Islam diterima terlebih dahulu oleh masyarakat lapisan bawah, kemudian berkembang dan diterima oleh masyarakat lapisan atas atau elite penguasa kerajaan. Kedua, Pola Top-Down, artinya Islam diterima langsung oleh elite penguasa kerajaan, kemudian disosialisasikan dan berkembang ke masyarakat bawah.     Sumber refrensi:  Modul Sejarah Kebudayaan Islam dalam Program Pendidikan Proefesi Guru dalam Jabatan Tahun 2019
Perkembangan Islam di Asia Tenggar

Perkemangan Islam Asia Tenggara sebagaimana yang telah kita pelajari bahwa penyebaran agama Islam di Nusantara, khususnya di Indonesia memiliki berbagai karakteristik yang berbeda di setiap daerahnya. 

Islam di Nusantara dikenal sebagai Islam moderat, karena penyebaran agama Islam pertama kali dilakukan dengan cara damai bukan jalan paksaan. 

Terlebih, penyebaran Islam di Indonesia dikenal dengan fleksibel, cenderung beradaptasi dengan budaya yang ada.

Para pedagang yang menyebarkan agama Islam ke berbagai penjuru nusantara menerima budaya-budaya yang ada di nusantara dan cenderung berdaptasi terhadap kebudayaan yang ada di nusantara. 

Begitu juga dengan masyarakat, mereka cenderung mudah menerima segala kebudayaan bahkan ajaran Islam yang dibawa oleh para pedagang. 

Inilah yeng mebuat ajaran Islam dan proses asimilasi di nusantara berjalan secara efektif dan damai tanpa ada paksaan dan kekerasan.

Azyumardi Azra juga menyampaikan bahwa datangnya Islam di Asia Tenggara melalu proses Vernakularisasi yaitu pembahasan kata-kata atu konsep kunci dari bahasa Arab ke bahasa lokal yaitu bahasa Melayu, Jawa, Sunda dan Bahasa Indonesia. Kemudian prose ini diikuti Pribumisasi, sehingga Islam menjadi tertanam (embedded) dalam budaya Indonesia.

Oman Fathurrahman menguatkan pernyataan Azyumardi Azra dengan menyebut bahwa Islam Nusantara adalah Islam yang empiric dan distingtif sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indegenisasi, penerjemahan, vernakularisasi Islam universal dengan realitas soial, budaya dan sastra di Indonesia. 

Azyumardi Azra menambahkan bahwa peradaban Melayu Indonesia atau yang sekarang disebut dengan Asia Tenggara merupakan bagian integral dari peradaban Islam secara keseluruhan. 

Integralisme ini terlihat pada kesatuan akidah, ibadah dan muammalah pokok yang wajib diimani dan diamalkan kaum muslimin (Great Culture). Selain kesatuan keimanan dan dan pengamalan ajaran pokok, kaum muslimin juga terintegrasi dalam berbagai jaringan (networks) dengan masyarakat kawasan lain, khususnya semenanjung Arabia. 

Jaringan ini mencakup bidang politik, kelimuan, keulamaan, ekonomi, perdagangan dan kebudayaan. 

Berbagai jaringan ini memiliki peran signifikan dalam pembentukan dinamika historis dan peradaban Islam di Asia Tenggara.

Disamping menampilkan wataknya yang terkait dengan Islam Universal, peradaban Islam Asia Tenggara pada saat yang sama menampilkan ciri-ciri dan karakter yang distingtif dan khas yang berbeda dengan peradaban Islam di wilayah lainnya. Karakter distingtif ini dapat ditemukan pada penampilan fisik melayu dan budaya mterialnya dipengaruhi oleh lingkungan alam, geografi bahkan cuaca nusantara. Semua ralita ini memunculkan gaya hidup, adat istiadat dan tradisi yang khas pula.

Wilayah nusantara sendiri terbentuk menjadi ranah budaya Islam (Islamic cultural spheres) distingtif. Wilayah muslim Nusantara adalah salah satu dari delapan ranah budaya Islam yang memiliki distingsi masing-masing. 

Kedelapan ranah budaya Islam tersebut adalah; Arab, Persia/Iran, Turki, Anak Benua India, Nusantara, Asia Timur, Afrika Hitam dan belahan dunia Barat. 

Setiap budaya Islam memiliki faktor pemersatu seperti bahasa, budaya dan tradisi khas, sehingga ekspresi sosial budaya dan politiknya pun berbeda-beda.

Terdapat beberapa alasan yang menjadikan Islam di Asia Tenggara berbeda dengan Islam di kawasan lain. 

Alasan yang dimaksud meliputi:

  1. Pembentukan distingsi Islam berkaitan dengan watak penyebaran Islam ketika pertama kali datang ke kawasan ini. Kedatangan Islam dan proses asimilasi pada umumnya berlangsung secara damai.
  2. Islam yang datang pertama kali adalah Islam yang umumnya dibawa oleh para guru sufi yang mengembara dari satu tempat ke tempat lain untuk menyebarkan Islam. Islam sufistik ini memiliki kecenderungan kuat untuk lebih akomodatif dan inklusif terhadap tradisi dan parktik keagamaan lokal.
  3. Sosiologi masyarakat Asia Tenggara umumnya berbeda dengan kaum muslimin di kawasan Arab atau wilayah lain. Masyarakat Asia Tenggara umumnya adalah pesisir yang kehidupannya bergantung pada perdagangan antar pulau dan antar benua. Sedangkan mereka yang berada di pedalaman adalah masyarakat agraris yang kehidupannya bergantung pada pertanian. Masyarakat agraris banyak dipengaruhi pandangan dunia mistis. Sosiologi masyrakat ini sedikit banyak mempengaruhi pandangan Islam di kalangan masyarakat Asia Tenggara.

Azyumardi Azzra dalam Distinguishing Indonesian Islam: Some Lesson to Learn, menyebutkan terdapat 7 distingsi lain yang membedakan Islam di Indonesia dengan daerah lainnya yaitu: 

1) Islam dibawa dengan kedamaian, bukan dengan senjata dan peperangan, 

2) Masuk lewat budaya, 

3) Kaya akan budaya, 

4) Indonesia berasaskan Pancasila, 

5) Peran wanita, 

6) Organisasi masa, seperti NU, Muhammadiyah, Persis dan lainnya dan 7) Kelompok radikal seperti NII dan DI/TII.

Agama Islam adalah salah satu factor terpenting pemersatu Islam Asia Tenggara. Islam mengatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara berbagai suku bangsa dan menjadi supra identity yang mengatasi batas-batas geografis, sentiment etnis, identitas kesukuan, adat istiadat dan tradisi lokal lainnya.

Berdasarkan pemarapan di atas, dapat dipahami bahwa distingsi Islam di Asia Tenggara mencakup pola penyebaran dan penerimaan agama Islam di wilayah kawasan Asia Tenggara. 

Pola penyebaran dan penerimaan ajaran Islam di Asia Tenggara, memiliki karakteristik dan kekhasan yang berbeda dengan wilayah lainnya. 

Islam di Asia Tenggara disebarkan dengan cara damai tanpa peperangan dan kekerasan. Penyebaran agama Islam di Asia Tenggara dilakukan dengan metode dakwah yang efektif dengan memasukkan nilai-nilai ajaran Islam dalam budaya dan tradisi nusantara yang telah ada sebelumya. Dengan pola penyebaran yang demikian inilah, menjadikan Islam mudah diterima oleh masyarakat di kawasan Asia Tenggara.

Adapun pola penerimaan Islam di Asia Tenggara ini terdiri dari dua pola, yaitu: Pertama, Pola Buttom-Up maksudnya Islam diterima terlebih dahulu oleh masyarakat lapisan bawah, kemudian berkembang dan diterima oleh masyarakat lapisan atas atau elite penguasa kerajaan. 

Kedua, Pola Top-Down, artinya Islam diterima langsung oleh elite penguasa kerajaan, kemudian disosialisasikan dan berkembang ke masyarakat bawah. 

Sumber refrensi:

Modul Sejarah Kebudayaan Islam dalam Program Pendidikan Proefesi Guru dalam Jabatan Tahun 2019

==============

Post a Comment for " DISTINGSI PERKEMBANGAN ISLAM DI ASIA TENGGARA"