Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KETELADANAN KHULAFAUR RASYIDIN LENGKAP (ABU BAKAR, UMAR BIN KHATTAB, USMAN BIN AFFAN DAN ALI BIN ABI THALIB)

KETELADANAN KHULAFAUR RASYIDIN

A. ABU BAKAR ASH SHIDDIQ


Menurut Jalaluddin As Suyuti, Abu Bakar adalah orang yang pertama kali masuk Islam (Assabiqunal Awwalun), orang yang pertama kali menghimpun al Qur’an dalam satu mushaf, orang yang pertama kali dipanggil khalifah dan orang yang pertama kali membentuk Baitul Mal.

Abu Bakar juga termasuk orang yang rendah hati dan dekat dengan masyarakat miskin. Ibnu Asakir meriwayatkan dari Aisyah, katanya, “selama tiga tahun sebelum menjadi khalifah, dan sethaun sesudahnya, Abu Bakar tinggal di tengah-tengah kami. Manakala para budak wanita membawa kambing, ia memerahkan susunya untuk mereka.” Abu Shaleh al Ghifari berkata, “Sudah menjadi kebiasaan Umar bin Khattabmengunjungi rumah seorang wanita tua yang buta, yang tinggal di sudut kota Madina untuk membantu memasakkan dan melayani keperluannya pada malam hari. Namun, setiap kali ia datang, ia tela didahului orang lain. Oleh karena itu, sesekali waktu ia datang lebih awal. Setelah diintip oleh Umar, ternyata Abu Bakar yang waktu itu suda menjadi khalifa. Maka Umar berkata, “ Lagi-lagi engaku Wahai Abu Bakar.”




Abu bakar bin Hafs berkata, “Ketika Abu Bakar akan menghembuskan nafas terakhirnya, beliau berkata kepada putrinya, Aisyah, “Wahai Putriku, Ayah telah ditugasi memimpin umat Islam, tentu ayah tak mengambil uang sedinar atau sedirham pun dalam melaksanakan tugas itu. Kita hanya makan roti kasar dan memakai pakaian yang kasar. Tida ada pada aya harta fai’kecuali hanya seorang buda Habsyi, seekor unta penyiram dan kain beludru yang using. Kalau ayah mati, serahkanlah semuanya kepada Umar bin Khattab.” Thabrani dalam musnadnya meriwayatkan sebagai berikut: “Saat akan menghembuskan nafas terakhir, Abu Bakar berpesan kepada Aisyah, “Lihatlah unta perahan yang selama ini susunya kita minum dan mangkok besar yang kita pakai untuk celupan, juga kain beludru yang kita pakai, dan kita gunakan selama aku menjadi khaifah. Kalau aku mati, berikanlah kepada Umar.” Setelah meninggal, maka Aisyah melaksanakan wasiat ayahnya.
Abu Bakar merupakan sosok yang cerdas, berbudi pekerti luhur terutama kejujurannya, selain itu beliau seorang yang rendh hati, mudah memaafkan dan suka bersedekah. Dibalik kemuliaannya itu beliau terkenal teguh pendirian dan pemberani.

B. UMAR BIN KHATTAB AL FARUQ


Umar bin Khattab merupakan salah satu sahabat nabi Muhammad saw yang sangat pemberani, kuat pendirian dan pembela nabi saw. Umar bin Khattab termasuk salah satu pemeluk Islam permulaan karena beliau memeluk agama Islam ketika periode Mekkah, yang sebelum itu merupakan pemuka Quraisy , yang memusuhi Islam dan paling disegani oleh umat Islam.

Aslam pelayan Umar mengatakan, “Pada suatu malam aku keluar bersama Umar bin Khattab menelusuri jalan kota Madinah. Tidak ada satu pun penduduk yang terjaga. Kami melihat nyala api dari kejauhan. Aku melihat rombongan musafir yang kemalaman dan kedinginan di sana. Umar berkata, “Ayo kita temui mereka.” Kita pun bergegas menuju tempat tersebut. Setela sampai ke tempat itu, kami kaget melihat seorang perempuan bersama anak-anaknya menangis duduk di depan periuk yang ditaruh di atas api. Umar mengucapkan salam, lalu bertanya kepada perempuan tersebut, “Apa yang terjadi?” Wanita itu menjawab, “Kami kemalaman dan kedinginan. “Umar bertanya lagi, “Lalu mengapa anak-anakmu menangis?”Wanita itu menjawab, “Mereka lapar.” Umar berkata, “Lalu apa yang ada dalam periku tersebut?” Wanita itu berkata,”Hanya air, aku sengaja memasaknya agar mereka bisa tenang hingga tertidur. Allah akan menjadi hakim antara kami dan Umar. “ Umar berkata, “Semoga Allah merahmatimu, sedangkan Umar tidak mengetahui keadaanmu.” Wanita itu berkata, Ia mengatur kami, memimpin kami, tapi kami pergi.” Kami bergegas pergi ke tempat penyimpanan gandum, kemudian mengeluiarkan sekarung gandum dan seember daging. Umar memintaku menaikkan ke atas pundaknya biar Umar sendiri memanggulnya. Umar berkata, “Maukah engkau memikul dosa-dosaku pada hari kiamat?” Kemudian gandum dan daging diangkatnya sendiri sampai tiba di tempat wanita tadi. Umar mengambil sedikit gandum, lalu berkata pada perempuan itu, “Minggirlah biar aku yang memasaknya untukmu.” Umar mencoba meniup api di bawah periuk supaya menyala. Jenggotnya lebat sehingga aku bias melihat asap keluar dari sela-selanya. Setelah makanan matang, periuk diturunkan ke tanah, Umar berkata, “Ambilkan aku sesuatu!”Wanita itu memberinya piring. Umar menuangkan isi periuk ke atas piring, lalu berkata, “Berilah mereka makan, aku akan mendinginkan sisanya.” Akhirnya anak-anak wanita itu kenyang. Umar berdiri dan wanita itu ikut berdiri seraya berkata, “Semoga Allah membalas kebaikanmu, sungguh negkau lebih mulia disbanding Amirul Mukminin.” Umar pun  menjawab, :Bicaralah yang santun, jika engkau menemui Amirul Mukminin, insyaallah engkau akan mendapatiku di sana.” Umar kemudian menjauh dari wanita itu, aku segera menghampirinya dan berkata, “Engkau tidak pantas melakukan ini semua.” Umar hanya diam dan tidak mengajakku berbicara sampai anak-anak wanita itu tertidur pulas. Setelah itu Umar bangkit berdiri dan berkata, “Wahai Aslam, sesungguhnya rasa lapar membuat anak-anak itu tidak bias tidur dan menangis. Aku tidak akan pergi sebelum memastikan mereka sudah tidur dan tidak menangis lagi.”



Riwayat laion menyebutkan bahwa umar pernah berjalan-jalan pada malam hari di kota madinah. Saat melewati sebuah rumah, ia mendengar rintihan suara wanita. Di depan pintu rumah ada seorang laki-laki duduk termenung. Umar menyapanya dan menanya identitasnya. Laki-laki itu menjawab bahwa ia hanyalah orang kampong yang berharap memperoleh kebaikan dari Amirul Mukminin. Umar bertanya kepadanya, “ Suara apa yang aku dengar dari dalam rumah itu?” Laki=laki itu menjawab ketus, “Pergilah semoga Allah memenuhi kebutuhanmu.” Tetapi Umar terus mendesak agar ia memberi jawaban. Lantas ia pun menjawab, “Itu suara wanita yang mau melahirkan, ia tidak mempunyai seorang kerabat pun.” Mendengar jawaban laki-laki itu, Umar bergegas pulang menemui istrinya Ummu kulsum binti Ali seraya berkata, “Maukah engkau melakukan sesuatu yang akan Allah beri pahala?” Ummu Kulsum menjawab, “Apa itu?” Umar lantas menceritakan semuanya, kemudian ia meminta istrinya agar membawa semua keperluan bayi dan ibunya, serta periuk berisi buah-buahan dan daging. Umar membawa periuk itu dan istrinya masuk rumah. Umar dan laki-laki itu menunggu dan duduk di depan rumah sambil memasak daging yang dibawa dalm periuk. Laki-laki itu tidak sadar bahwa yang duduk di sampingnya adalah Amirul Mukminin. Beberapa saat kemudian Ummu Kulsum keluar dari rumah sambil berkata, “Berbahagialah wahai Amirul Mukminin, temanmu melahirkan anak laki-laki.” Mendengar perkataan itu, laki-laki itu baru sadar bahwa yang duduk di sampingnya adalah Amirul Mukminin. Seolah ia takut, laki-laki itu mencoba menjauh dari Umar, kemudian beliau langsung meminta laki-laki itu untuk tetap duduk di tempat. Umar mengambil periuk dan meminta Ummu Kulsum agar memberikannya kepada wanita yang baru melahirkan anak laki-laki tadi. Ketika Ummu Kulsum keluar dari rumah, Umar meminta kepada laki-laki itu juka suatu ketika membutuhkan sesuatu, agar dating kepada Umar dan Umar siap membantu.

C. USMAN BIN AFFAN DZUN NURAINI


Abdrurrahman bin Khattab meriwayatkan, aku menyaksikan  Rasulullah saw menghimbau umat Islam untuk menyiapkan pasukan pada saat susah. Maka Usman berkata, “Wahai Rasulullah, aku bersedia menyiapkan 100 ekor unta beserta makanannya sebagai infak fi sabilillah.” Setelah itu beliau juga mengumumkan kepada umat Islam untuk menyiapkan pasukan perang. Maka Usman kembali berkata, Wahai Rasulullah, aku infakkan 200 ekor unta beserta makanannya. “Lalu Rasulullah turun dari untanya dan berkata, “Tak merugikan sedikitpun bagi Usman apa yang telah dikerjakannya setelah hari ini.” Kedermawanan Usman juga dikemukakan dalam hadis, Turmudzi meriwayatkan dari Anas, juga Hakim dari Abdurrahman bin Samura bahwa saat menyiapkan tentara pada waktu susah, Usman mendatangi Rasulullah sambil membawa 1000 dinar. Lalu Rasulullah, membolak-balik uang yang dihamparkan di kamarnya seraya bertutur dua kali, tidaklah membahayakan bagi Usman apa yang ia kerjakan hari ini.



Kedermawanan khalifah Usman lebih menonjol disbanding sahabat lainnya. Islam sangat terbantu dengan karakter Usman, terlebih lagi pada saat pertama Islam berkembang di Jazirah Arabia. Karakter ini perlu ditiru oleh umat manusia, khususnya para pemimpin Indonesia baik di tingkat eksekutif, legislative maupun Yudikatif. Mengapa demikian? Karena sebenarnya Negara kita Indonesia bukanlah Negara miskin. Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam, tetapi penduduknya masih banyak yang miskin. Meneladani para khalifah Islam, berarti seharusnya kita memilih pemimpin yang sederhana, mampu mensejahterakan rakyat, dan hal itu bias dilakukan dengan memilik pemimpin yang bersih, jauh dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

D. ALI BIN ABI THALIB ASADULLAH


Ibnu Asakir meriwayatkan dari Hasan, ia mengemukakan ketika Ali dating ke kota Basrah, Ibn Al Qawwah dan Qais bin Ibad bertanya kepadanya, ceritakanlah kepada kami perjalanan kekhalifahan yang engkau alami dimana engkau menjadi pemimpin umat, sementara mereka saat ini saling bertikai. Apakah engkau menerima wasiat dari Rasulullah untuk menjadi khalifah sesudahnya, sampaikanlah kepada kami karena kami mencintaimu!.

Ali menjawab, tentang apakah saya menerima wasiat dari Rasulullah untuk menjadi khalifah setelah beliau, saya tidak pernah menerimanya. Demi Allah, saya adalah termasuk orang pertama menerima kebenaran misi beliau, maka tidak mungkin saya menjadi orang pertama yang mendustkannya. Jika saya menerima wasiat dari Rasulullah saw, maka saya tidak akan akan membiarkan Abu Bakar dan Umar berdiri di atas mimbar Rasulullah saw. Kalau saya menerima wasiat dari beliau, maka pasti keduanya akan saya perangi dengan tangan saya sendiri sekalipun saya tidak mempunyai senjata kecuali selendang saya ini. Rasulullah tidak dibunuh dan tidak mati secara mendadak. Ketika beliau saki selama beberapa hari, beliau menyuruh Abu Bakar menjadi imam shalat, sementara beliau tahu dimana saya. Salah seorang istri beliau meminta agar tidak menyuruh Abu Bakar sebagai Imam Shalat, namun beliau marah seraya mengingatkan: kalian sama seperti wanita-wanita pada zaman nabi Yusuf, suruhlah Abu Bakar menggantikan saya sebagai imam shalat.




Ketika Rasulullah saw wafat, kami berfikir bagaimana seharusnya menangani persoalan umat ini, maka kami memilih untuk urusan dunia kami, orang yang telah kami pilih untuk urusan agama kami. Shalat adalah initi ajaran agama Islam. Oleh sebab itu kami membai’at Abu Bakar. Beliau memang pantas untuk menyandang jabatan tersebut. Tidak seorang pun dari kami yang berselisih tentang kepatutan Abu Bakar menyandang jabatan sebagai khalifah. Saya penuhi semua hak Abu Bakar, saya patuhi segala perintahnya, agar berperang bersama pasukannya. Saya menerima kalau ia memberi, saya berperang jika ia memerintah saya untuk berperang. Saya melaksanakan hukuman bagi mereka mereka yang melanggar hokum Islam dengan cambuk saya.

Ketika Abu Bakar wafat, Umar terpilih sebagai penggantinya. Umar memerintah dengan cara seperti yang dilakukan pendahulunya. Ia menjalankan apa yang telah menjadi keputusannya. Kami membai’at Umar dan tidak seorang pun yang tidak menyetujuinya. Saya menghormati Umar, semua perintahnya saya ta’ati, saya berperang bersama tentaranya. Saya mengambil apa yang ia beri. Saya berperang ketika ia memerintahkan untuk berperang. Saya menjalankan hukuman kepada siapa saja yang melanggar hokum dengan cemeti saya.

Ketika Umar wafat, saya ingat betapa dekatnya saya dengan Rasulullah saw, tentang saya sebagai orang yang tergolong pemeluk Islam pertama, dan keutamaan-keutamaan yang saya miliki. Saya mengira bahwa khalifah tidak akan lepas dari tangan saya, tetapi Umar khawatir kalau khalifah yang dating sesudahnya tidak melakukan kesalahan, kecuali dosanya akan dibebankan kepadanya saat dia dia berada dalam kubur. Maka Umar tidak menyerahkan kepada putranya. Kalaulah didasarkan pada rasa cintanya, pastilah dia akan menjadikan puteranya sebagai penggantinya. Akhirnya dia menyerahkan urusan kekhalifahan sesudahnya kepada enam orang dari kalangan Quraisy.

Ketika enam orang tersebut kumpul, saya masih mengira bahwa kekhalifahan akan jatuh ke tangan saya. Abdurrahman bin Auf mengambil sumpah setia dari kami agar mendengar dan taat terhadap siapa pun yang akan menjadi khalifah. Lalu dia memegang tangan Usman dan membai’atnya. Maka saya renungi diri saya, ternyata kepatuhan saya telah mendahuli bai’at saya, sementara janji setia (untuk) saya telah diambil untuk orang lain. Kami pun membai’at Usman. Apa saja yang menjadi hak dia saya penuhi. Saya patuh kepadanya, saya berperang manakala dia menyuruh untuk berperang dan saya menegakkan hokum dengan cambuk saya kepada setiap pelaku pelanggaran. Ketika Usman mati terbunuh, saya merenung, ternyata dua orang yang menjadi khalifah karena mendapat wasiat dari Rasulullah saw telah meninggalkan kita, sementara khalifah yang telah diambil sumpahnya juga telah dibunuh. Setelah itu, saya dibai’at oleh penduduk Mekkah, Madinah, kemudia kota Basrah dan Kuffah. Kemudia seseorang yang tidak sama dengan saya, keluarganya juga berbeda dengan keluarga saya, ilmu tidak sama dengan ilmu saya, dan masuk Islamnya juga tidak sama dengan saya, loncat mengambil posisi khilafah, padahal saya lebih berhak untuknya disbanding dia.

Sikap khalifah Ali terhadap para khalifah sbelumnya menunjukkan bahwa beliau adalah seorang negarawan, lebih mementingkan kemaslahatan umat disbanding ego pribadi, sabar dan pemaaf terhadap para musuhnya. Karakter tersebut patut ditiru oleh para pemimpin dimana pun dan kapan pun.

Sumber refrensi:
Subchi, Imam. 2014. Sejarah Kebudayaan Islam; Kurikulum 2013. Semarang: PT Karya Toha Putra
Kementrian Agama RI. 2014. Buku Siswa; Sejarah Kebudayaan Islam kelas X; Kurikulum 2013. Jakarta: Kemenag RI
MGMP PAI Madrasah ALiyah. 2018. Modul Sejarah Kebudayaan Islam kelas X

Post a Comment for "KETELADANAN KHULAFAUR RASYIDIN LENGKAP (ABU BAKAR, UMAR BIN KHATTAB, USMAN BIN AFFAN DAN ALI BIN ABI THALIB)"