Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SEJARAH BERDIRINYA DINASTI BANI ABBASIYYAH LENGKAP


A. Latar Belakang Lahirnya Bani Abbasiyyah

Abbasiyyah berasal dari kata al Abbas, yaitu salah satu keturunan dari Bani Hasyim yang termasuk paman dari nabi Muhammad saw. Bani Hasyim merupakan mitra politik Bani Umayyah sejak zaman jahiliyyah sampai kelahiran Islam, juga pada saat Bani Umayyah berkuasa.

Posisi Bani Hasyim tersingkir dalam pemerintahan setelah berakhirnya masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Pemerintahan Islam kemudian dikuasai oleh keluarga Bani Umayyah. Bani Umayyah adalah kelompok keluarga besar atau Bani yang didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan.

Sementara itu keluarga Bani hasyim berada pada posisi di bawah dan tidak berperan sedikit pun dalam pemerintahan Bani Umayyah. Keluarga Bani Hastim merasakan keadilan ketika pemerintahan Bani Umayyah dipimpin oleh khalifah ke delapan, yaitu Umar bin Abdul Aziz. Beliau memang adil dan menghargai hak asasi manusia bagi rakyatnya.

Pada masa itu, tidak boleh seorang pun keluar dari garis undang-undang atau hokum Negara. Kebiasaan mencela keluarga Ali dilarang. Para pejabat yang melakukan keslahan harus segera dilaporkan kepada Mahkamah Tinggi yang diberi hak penuh untuk menghukum siapa pun yang bersalah.

Langkah-langka kebijakan khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang memberlakukan persamaan hak bagi seluruh warganya, ternyata merupakan kesempatan bagi Bani Abbasiyyah menyusun kekuatan untuk merebut kekuasaan dari Bani Umayyah.

Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, kelompok yang paling gigih menentang adalah kaum khawarij dan kelompok Syi’ah yaitu kelompok pendukung keluarga Ali bin Abi Thalib. Kelompok Syi’ah bekerjasama dengan keturunan Abbas, karena kedua kelompok ini merupakan keturunan Hasyim. Perubahan sikap politik Bani Abbas ini dimotori oleh Muhammad bin Ali pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz pada tahun 104 H/723 M. Dari Muhammad bin Ali lahirlah putra pertama bernama Muhammad bin Abdullah yang kemudian hari terkenal dengan nama Abu Abbas Ash Shaffah, sebagai khalifah pertama dari Daulah Bani Abbasiyyah.

Bani Abbasiyyah lahir pada tahun 750 M atau 132 H. Proses lahirnya Dinasti Abbasiyyah dimulai dari kemenangan Abu Abbas Ash Shaffah dalam sebuah perang terbuka (al Zab) melawan khalifah Bani Umayyah yang terakhir yaitu Marwan bin Muhammad. Abu Abbas diberi gelar Ash Shaffah karena dia pemberani dan dia mampu memainkan mata pedangnya kepada lawan politiknya. Semua lawan politiknya diperangi dan dikejar-kejar, diusir keluar wilayah kekuasaan Abbasiyyah yang baru direbut dari Bani Umayyah I.

Berdirinya Bani Abbasiyyah pada tahun 750 M berarti secara formal semua wilayah kekuasaan Islam berada di bawah pemerintahan Abbasiyyah termasuk semua bekas wilayah Bani Umayyah I kecuai wilayah Bani Umayyah yang ada di Andalusia.

Proses pengembangan peradaban yang dibangun oleh Bani Abbasiyyah begitu cepat membawa perubahan besar bagi perkembangan peradaban ilmu pengetahuan selanjutnya. Bani Abbasiyyah berdiri selama 505 tahun diperintah ileh 37 khalifah dengan mampu menciptakan peradaban yang menjadi kiblat dunia pada saat itu, peradaban yang dikenang sepanjang masa. Pada waktu itu suasana belajar kondusif, fasilitas belajar disediakan pemerinta dengan lengkap. Motivasi belajar menjadi pendorong gairahnya masyarakat untuk belajar. Masyarakat mendatangi tempat-tempat belajar seperti kuttab, madrasah maupun perguruan tinggi seperti universitas.

Universitas yang terkenal pada masa itu adalah Nizamiyah yang dibangun oleh perdana menteri Nizamul Muluk dari khalifah Harun Ar Rasyid. Khalifah Harun Ar Rasyid terkenal sebagai khaifah yang sangat cinta pada ilmu pengetahuan, baik belajar maupun dalam hal membangun fasilitas belajar seperti; sekolah, perpustakaan, menyediakan guru dan gerakan terjemahan.

Abu Abbas Ash Shaffah sebagai pendiri Bani Abbasiyyah memerintah pemerintahan dengan waktu yang sangat singkat, hanya 4 tahun beliau memerintah, akan tetapi mampu menciptakan suasan dan kondisi Abbasiyyah yang steril dari keturunan Bani Umayyah sebagai lawan politik yang baru dikalahkan dan dikuasainya. Sikap tegas dan berani yang ditunjukkan oleh khalifah Abu Abbas Ash Shaffah ketika membuat kebijakan pada saat berdirinya Bani Abbasiyyah dengan berani memberantas semua keturunan Umayyah dari wilayah yang dikuasainya. Dampak dari kebijakan tersebut dapat dilihat dari suasana pusat wilayah Abbasiyyah yang baru menjadi kondusif dan perkembangan peradaban dapat dikendalikan oleh khaifah Abu Abbas Ash Shaffah.

Keberhasilan Abu Abbas menaklukkan Daulah Umayyah I ternyata mendapat dukungan besar dari tentara bayaran yang sengaja didatangkan oleh Abu Abbas, seperti Abu Muslim al Khurasani. Abu Muslim adalah relawan berkebangsaan Persia yang sengaja disewa oleh keluarga Abbasiyyah untuk membantu menaklukkan kekuasaan Bani Umayyah I.


B. Tokoh-tokoh yang Berperan dalam Pembentukan Dinasti Abbasiyyah

1. Langkah-langkah Bani Abbas untuk Mendirikan Daulah Abbasiyyah

1) Membentuk gerakan bawah tanah. Tokoh yang berperan antara lain sebagai berikut:
a. Muhammad al Abbas
b. Ibrahim al Imam
c. Abu Muslim al Khurasani
2) Menerapkan politik bersahabat, artinya keturunan Abbas tidak menunjukkan sikap permusuhan dengan pemerintahan Bani Umayyah
3) Dalam gerakannya menanggalkan nama Bani Abbas, tetapi Bani Hasyim. Tujuan dari penggunaan nama tersebut adalah agar mendapat dukungan dari kelompok pendukung Ali bin Abi Thaib, karena berasal dari Bani yang sama yaitu Bani Hasyim.
4) Menetapkan wilayah Khurasan sebagai pusat gerakan politik Bani Abbas di bawah pimpinan Abu Muslim al Khurasani

2. Silsilah Bani Abbasiyyah

Dalam silsilah Bani Abbasiyyah terdapat tiga keluarga besar yang ingin merebut kekuasaan. Keluarga tersebut adalah sebagai berikut:
1) Keluarga Ali bin Abi Thalib (golongan Syi’ah)
2) Keluarga Umayyah
3) Keluarga Abbas


Berikut ini merupakan para tokoh yang mempunyai peran penting dalam proses berdirinya Daulah Bani Abbasiyyah yaitu sebagai berikut:

1) Muhammad bin Ali
Muhammad bin Ali merupakan tokoh utama pendirian Daulah Bani Abbasiyyah. Ia berhasil menghimpun kekuatan dan memiliki pengikut-pengikut yang setia terutama di wilayah Khurasan.
2) Abdullah bin Muhammad
Abdullah bin Muhammad bergelar Abu Abbas Ash Shaffah. Dia meneruskan usaha ayahnya dalam gerakan dakwah setelah berhasil menumbangkan khalifah Marwan bin Muhammad sebagai khalifah Dinasti Umayyah terkahir (132 H/750 M). Abu Abbas Ash Shaffah adalah khaifah pertama dan dianggap sebagai pendiri kekhilafahan Bani Abbasiyyah (132 -136 H/ 750-754 M).
3) Abu Muslim al Khurasani
Abu Muslim al Khurasani merupakan tokoh penting gerakan dakwah Bani Abbasiyyah. Setelah kelompok Abbasiyyah cukup kuat kemudian menyerang Bani Umayyah di daerah tersebut, di bawah komando Abu Muslim al Khurasani sendiri. Gerakan ini berakhir detelah Marwan bin Muhammad dari Bani Umayyah tumbang pada tahun 132 H/750 M.

Gerakan Abu Muslim al Khurasani dimulai dari daerahnya sendiri. Gebernur Khurasan ketika itu dijabat oleh Nasr bin Sayyar yang berasal dari suku Arab Qaisy. Abu Muslim al Khurasani bersekutu edngan suku Arab Yamani di Khurasan yang dipimpin oleh Al Kirmani untuk menurunkan Gubernur Nasr bin Sayyar. Akhirnya Abu Muslim a Khurasani berhasil menduduki kota Mrev dan Nisabur. Sejarah Abu Muslim al Khurasani tid bisa lepas dari sejarah Dinasti Abbasiyyah.

Kegagalan memecahkan permasalahan kekuasaan yang pelik oleh pemerintahan Bani Umayyah yang merupakan awal kehancuran dinasti itu. Sekitar abad ke 8 (720 M) kebencian terhadap dinasti Umayyah telah meluas ke seluruh negeri. Beberapa kelompok yang merasa tidak puas mulai berani terang-terangan. Kelompok-kelompok tersebut terdiri dari sebagai berikut:

  • Kelompok muslim non Arab (Mawali) memprotes status social mereka yang dianggap sebagai warga kelas dua di bawah muslim Arab
  • Kelompok khawarij an Syi’ah menuntut kembalinya khalifah yang dirampas oleh Dinasti Umayyah
  • Kelompok muslim Arab di Mekkah, Madinah dan Irak. Mereka kecewa dengan status istimewa bagi penduduk Syuria
  • Kelompok muslim yang shaleh baik Arab maupun non Arab. Mereka menilai bahwa keluarga Dinasti Umayyah telah terlepas jauh dari pola hidup Islami dan cenderung hidup bermewah-mewahann di atas penderitaan rakyat.

Kelompok yang mempunya kepentingan sama tersebut bersatu menysun suatu gerakan di bawah coordinator katurunan al Abbas, paman nabi Muhammad saw. Untuk menghimpun dukungan masyarakat secara luas. Gerakan Dinasti Abbasiyyah melakukan propaganda dakwah dimulai ketika Umar bin Abdul Aziz berkuasa (717 – 720 M). kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz yang adil menjadikan kondisi Negara aman dan damai sehinggan kondisi ini dimanfaatkan oleh Dinasti Abbasiyyah untuk menyusun kekuatan dan merencanakan gerakannya di al Humaymah.

Gerakan Dinasti Abbasiyyah dipimpin oleh Ali bin Abdullah bin Abbas. Setelah itu kepemimpinan dipegang oleh Muhammad, anak Ali bin Abdullah. Langkah Muhammad adalah memperluas gerakan Dinasti Abbasiyyah dengan menetapkan tiga kota sebagai pusat gerakan. Ketiga kota tersebut dibagi berdasarkan fungsi masing-masing, yaitu Al Humaymah sebagai pusat organisasi, Kuffah sebagai kota penghubung dan Khurasan sebagai markas gerakan praktis.

Muhammad wafat pada tahun 743 M dan digantikan oleh anaknya yang bernama Ibrahim al Imam. Ia menunjuk seorang tokoh pemuda dari Khurasan yang bernama Abu Muslim al Khurasani sebagai panglima perang. Abu Muslim al Khurasani adalah pemuda yang berbakat dan pemberani. Ketika ditunjuk sebagai panglima oleh Ibrahim al Imam ia baru beurmur 19 tahun. Ia sangat berpengaruh di Khurasan dan sebagian besar penduduk bersimpati kepadanya. Prestasi yang gemilang yang pernah ia raih adalah ketika ia berhasil mengumpulkan penduduk dari sekitar 60 desa dalam waktu sehari di sekitar Merv.

Banyak penguasa tanah di daerah Persia yang menjadi pengikut Abu Muslim al Khurasani. Ia berkampanye untuk meunmbuhkan rasa kebersamaan sebagai kelompok yang tertindas. Mereka yang berhasil ia rekrut adalah golongan Alawiyyin (keturunan Ali), golongan Syi’ah dan orang-orang Persia untuk bersama-sama menentang Dinasti Umayyah. Abu Muslim al Khurasani mengajak mereka untuk bersatu dengan gerakan Abbasiyyah karena mempunya tujuan yang sama yaitu mengembalikan kekhalifahan kepada keluarga Bani hasyim, baik dari keturunan Abbas bin Abdul Muthalib atau pun Ali bin Abi Thalib.

Sebelum Abu Muslim al Khurasani dikukuhkan sebagai panglima perang, gerakan dakwah dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Para juru dakwah dikirim ke berbagai wilayah Islam dengan cara menyamar sebagai pedagang atau jama’ah haji. Hal itu dilakukan karena kekuatan belum memungkinkan, sementara Dinasti Umayyah belum begitu goyah. Setelah Abu Muslim al Khurasani diangkat sebagai panglima perang, Ibarhim al Imam memotivasi panglima itu untuk mengambil alih kekuasaan Khurasan dan menghabisi pendukung Dinasti Umayyah (tahun 747 M).

Rencana itu sampai ke penguasa Dinasti Umayyah dan akibatnya Ibrahim al Imam ditangkap dan dihukum mati oleh khalifah Marwan II. Gerakan dakwah Dinasti Abbasiyyah dikendalikan oleh saudaranya yang bernama Abdullah bin Muhammad, kelak dia dikenal sebagai Abu Abbas Ash Shaffah. Ia pun mempercayakan jabatan panglima perang kepada Abu Muslim al Khurasani untuk mengadakan perlawanan di Khurasan. Sedangkan Abu Ja’far al Mansur, Isa bin Musa bin Muhammad dan Abdullah bin Ali memimpin gerakan di bagian barat dari wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah.

Abu Muslim al Khurasani memulai gerakannya dengan strategi yang jitu. Ia memanfaatkan perselisihan antara suku Qaisy dan suku Arab Yamani yang suda berlangsung sejak zaman khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Ketika itu orang-orang Yaman diistimewakan di Khurasan karena yang menjabat sebagai gubernur Khurasan berasal dari suku Arab Yamani, ayitu As’ad bin Abdullah al Qasri. Sementara itu orang-orang Arab Qaisy disingkirkan dari pemerintahan. Sebaliknya, ketika yang menjabat gubernur Khurasan berasal dari Arab Qaisy, orang-orang Yaman disingkirkan. Maka terjadilah pertentangan turun temurun.

Ketika Abu Muslim al Khurasani memulai perlawanannya, gubernur Khurasan dijabat oleh orang dari suku Arab Qaisy bernama Nasr bin Syyar. Maka yang didekati oleh Abu Muslim al Khurasani adalah pemimpin suku Arab Yamni yang bernama al Kirmani. Dengan siasat itu, gubernur Nasr bin Sayyar akhirnya menyerah. Bersana al Kirmani dan orang-orang Yman, Abu Muslim al Khurasani kemudian menguasai kota Merv dan Nisabur.

Pada bagian lain, tentara Bani Abbasiyyah yang dipimpin oleh Kathaba, seorang jendral bawahan Abu Muslim Al Khurasani. Dengan didampingi oleh Halid bin barmak (pendiri bangsa Barmak), ia maju ke sebelah barat. Mereka menyebrangi Sunagi Eufrta dan sampai ke medan karbala, tempat bersejarah gugurnya Husein bin Ali dalam sebuah pertempuran. Di sinilah pertempuran dahsyat terjadi. Dlam peperangan Kahtaba gugur, meskipun gubernur Bani Umayyah di Irak yang brenama Yazid berhasil dilumpuhkan. Komando kemudian digantikan oleh Hasan bon Kahtaba.

Selain itu, pasukan Abbasiyyah juga berhasil menaklukkan Kufah. Di bagian Timur tentara Abbasiyyah terus bergerak maju (749 M). putra khalifah Marwan dikalahkan oleh Abu Uyun seorang panglima Bani Abbasiyyah.

Dalam keadaan terjepit, khalifah Marwan II akhirnya terjun langsung memimpin upaya terakhir untuk mempertahankan dinasitinya. Ia mengerahkan pasukan berjumlah 120.000 personil, menyebrangi sungai Tigris kemudian bergerak menuju Zab Hulie atau Zab Besar. Pasukan Abbasiyyah dikomandani oleh Abdullah bin Ali. Dalam perang itu, pasukan khalifah Marwan II menyerah dan Damaskus jatuh ke tangan Bani Abbasiyyah pada tahun 750 M. tetapi, khalifah Marwan II berhasil meloloskan diri akhirnya dtemukan di Mesir dan dibunuh di sana.

Abu Abbas Ash Shaffah kemudian dibaiat sebagai khaifah di masjid Kufah pata than 750 M. para ahli sejarah mengatakan bahwa perpindhan kekhalifahan dari Dinasti Umayyah ke tangan Dinasti Abbasiyyah bukan sekedar pergantian Dinasti, tetapi perupakan revolusi dalam sejarah Islam, yaitu suatu titik balik yang sama pentingnya dengan revolusi Prancis dan revolusi Rusia dalam sejara Barat.

C. Perpindahan Pusat kekuasaan ke Bagdad

Meruapakan hal yang wajar apabila suatu ibu kota Negara berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Perpindahan tersebut tid hanya terjadi pada Negara yang sud lama berdiri, tetapi Negara yang  suda lama berdiri, tetapi Negara yang baru berdiri pun bisa mengalami ha itu. Adapaun alasan perpindahan tersebut tergantung pada dasar-dasar pertimbangan para pemimpinya, antara lain pertimbangan factor politik, ekonomi, social budaya atau pertahanan keamanan. Demikian pun yang terjadi pada daulah Abbasiyyah, seja berdirinya sudah terjadi perpindhan ibu kota. Kota-kota tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kota Kuffah
Kuffah merupakan ibu kota pertama dari pemerintahan kekhalifahan Dinasti Abbasiyyah. Di kota ini Daulah Abbasiyyah diproklamirkan. Di Kuffah inilah Abul Abbas membangun istna yang terkena dengan nama istana Hasyimiyah I.

b. Kota Hirrah
Hirrah dijadikan sebagai transit, artinya bukan merupakan tempat menetap bagi Dinasti Abbasiyyah, karena perpindahan ke kota ini sementara agar dapat segera meninggalkan Kuffah.

c. Kota Anbar
Kota ini sudah dibangun oleh raja Persi sebelumnya. Pemerintahan Dinasti Abbasiyya ketika di bawah kekuasaan Abul Abbas As Shaffah memperbarui kota tersebut kemudian diberi nama Hasyimiyah II. Abul Abbas tingga di istana ini sampai wafatnya.

d. Kota Bagdad
Kota Baghdad dibangun oleh khaifa kedua yaitu Abu Ja’far al Mansur. Tujuan al Mansur membangun kota ini adalah untuk steril dari kelompok Syi’ah maupun kelompok Bani Umayyah yang baru saja dikalahkan.  Di dalam kota Baghdad sendiri dibangun berbagai peradaban seperti istana, masjid, madrasah, kuttab dan perpustakaan, darul hikmah ataupun fasilitas lainnya.

Pada masa khalifah Harun Ar Rasyid, kota Baghdad dibangun menjadi lebih sempurna, dengan fasilitas pendidikan, diantaranya berdiri Universitas Nizamiyah dan perpustakaan Baitul Hikmah, dilengkapi dengan fasilitas belajar yang lengkap. Pada akhirnya kota Baghdad menjadi kota yang makmur, maju dan kaya dengan tamadun, ilmu pengetahuan serta mendapat perhatian dari seluruh kaum muslimin dan terkenal di seluruh penjuru dunia. Selanjutnya banyak mahasiswa dari berbagai penjuru dunia datang untuk belajar di kota Baghdad.

Dasar pertimbangan memilih kota Bagdad sebagai ibu kota pemerintahan Dinasti Abbasiyyah adalah sebagai berikut:
  • Adanya pemberontakan oleh Bani Rawaudiyah, yaitu para pengikut setia Abu Muslim a Khurasani. Kelompok ini menuntut balas atas kematian Abu Muslim al Khurasani yang dihukum mati.
  • Bagdad merupakan tempat yang berudara segar dan indah
  • Tempat ini strategis sehingga mudah untuk saling berkomunikasi dengan bangsa lain
  • Banyak terdapat bahan tambang dan sumber alam lainnya untuk keperluan hidup khalifah, petinggi pemeirntahan dan seluruh warga masyarakat.

Kota yang terletak di pinggir sungai Eufrat dan Tigris ini sebelumnya merupakan kota kuno yang dibangun oleh orang-orang Persia. Kota ini merupakan kota pusat perdagangan yang ramai didatangi para pedagang dari berbagai pelosok dunia, termasuk para pedagang dari India dan Cina turut meramaikan kota ini.

Arsitek yang dipercaya oleh khalifah untuk memimpin pembangunan kota Bagdad ini adalah para arsitek yang terkenal diantaranya Hajjaj bin Arthah dan Amran bin Wadhah. Setelah perencanaan matang dan maket dibuat, barulah khaifah al Mansyur, mengarahkan para arsitek, para tukang yang ahli dari berbagai bidang dan para tenaga kerja berpengalaman dari luar daerah bahkan dari luar negeri, misnya dari Syma, Mosul, Basrah, Kuffah, Wasit dan Dailami. Tota keseluruhan personil pembangunan kota Bagdad mencapai 100.000 orang. Pembangunan kota ini diiringi dengan upacara kenegaraan dan kemeriahan lainnya. Hadir pada peletakan batu pertama oleh khaifah a Mansyur tersebut meliputi para menteri, para petinggi lainnya, para ulama dan tokoh-tokoh masyarakat.

Sumber refrensi:
  • Subchi, Imam. 2014. Sejarah Kebudayaan Islam; Kurikulum 2013. Semarang: PT Karya Toha Putra
  • Kementrian Agama RI. 2014. Buku Siswa; Sejarah Kebudayaan Islam kelas X; Kurikulum 2013. Jakarta: Kemenag RI
  • MGMP PAI Madrasah ALiyah. 2018. Modul Sejarah Kebudayaan Islam kelas X

Post a Comment for "SEJARAH BERDIRINYA DINASTI BANI ABBASIYYAH LENGKAP "