KEBERHASILAN-KEBERHASILAN YANG DICAPAI DINASTI ABBASIYYAH
Perkembangan peradaban Islam mengalami puncak kejayaannya pada masa Dinasti Abbasiyyah. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Dinasti Abbasiyyah berdiri selama kurang lebih 505 tahun. Selama 505 tahun berdiri, Dinasti Abbasiyyah mampu menciptakan kemauan peradaban bagi dunia Islam. Adapun keberhasilan yang tela dicapai Dinasti Abbasiyyah dapat dilihat dalam berbagai bidang, antara lain sebagai berikut:
Bidang Sosial
Dalam Dinasti Abbasiyyah ini, tida ada kasrta atau tingkatan dalam masyarakat karena masyarakat dibentuk melalui asas persamaan. Hal itu tercermin ketika Dinasti Abbasiyyah melakukan pendekatan terhadap kaum Mawali, antara lain dengan mengadopsi sistem administrasi dari tradisi setempat (Persia), mengambil beberapa pegawai dan menteri dari bangsa Persia dan meletakkan ibu kota kerajaannya, Bagdad di wilayah yang dikelilingi oleh bangsa dan agama yang berlainan, seperti : Islam, Kristen dan Majusi. Pembagian kelas dalam masyarakat Abbasiyyah tidak lagi berdasarkan ras atau kesukuan, melainkan berdasarkan jabatan seseorang.
Menurut Jarzi Zaidan, masyarakat Abbasiyyah terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu kelas khusus dan kelas umum. Kelas khusus terdiri atas khalifah, ahli famili khalifah, para pembesar negara, para bangsawan suku Quraisy, petugas khusus, anggota tentara dan pembantu istana. Sedangkan kelas umum terdiri atas seniman dan pujangga, ulama dan fuqaha serta tukang dan petani.
Bani Abbasiyyah terdiri atas berbagai unsur bangsa, antara lain Magribi (Maroko), Mesir, Syams, Arab, Irak, Persia, Sind dan Turki. Akibat dari percampuran tersebut, terutama di kota-kota besar, terjadila perkawinan campuran antarbangsa yang berlainan sehingga melahirkan golongan baru, taulid (indo). Perkawinan campuran ini banyak dilakukan oleh khalifah, gubernur, menteri dan pembesar negara lainnya. Aibatnya banya diantara golongan taulid ini yang akhirnya menjadi penguasa seprti khalifah Musa al Hadi, Harun Ar Rasyid, Al Makmun, Al Mu'tashim dan al Watsiq.
Bidang Budaya
Pada masa Dinasti Abbasiyyah, kota Bagdad dan Andalusia menjadi pusat peradaban dan ilmu pengetahuan. Dengan adanya ha tersebut, bangsa-bangsa yang berasal dari non-Arab yang telah masuk wilayah Islam memakai bahasa Arab dan adat istiadat Arab dalam kehidupan sehari-hari. Mereka juga bersekolah di perguruan-perguruan Arab, seperti raja-raja Spanyol non muslim, misalnya Peter I, raja Aragon. Ia bahkan hanya mengena huruf Arab. Alfonso Iv juga mencetak uang dengan tulisan Arab.
Hal yang hampir sama juga terjadi di Sisilia, yaitu ketika Raja Normandia, Roger I menjadikan istananya sebagai tempat pertemuan para filosof, dokter-dokter dan ahli Islam lainnya dalam bidang ilmu pengetahuan. Sedangkan ketika Roger II menjadi raja, ia bakan lebih terpengaruh budaya Arab. Pakaian kebesaran yang dipilihnya adalah pakaian Arab. Gerejanya dihiasi dengan ukiran dan tulisan-tulisan Arab. Wanita kristen Sisilia meniru wani Islam dalam soal mode pakaian.
Perkembangan peradaban Islam yang sudah berkembang, memberikan pengaruh kepada bangsa-bangsa yang berada di luar kekuasaan Ilsma. Seperti halnya para penuntut ilmu dari negara Perancis, Inggris, Jerman serta Italia rela datang dan belajar ke universitas dan perguruan Islam di Andalusia dan Sisilia. Diantara mereka terdapat ppemuka-pemuka Kristen seperti Gerbert d'Aucilla yang belajar di Andalusia. Gerbert d'Aucilla kemudian menjadi Paus di Roma dari tahun 999-1003 M dengan nama Sylvester II.
Pada masa pemerintahan khalifah Harun Ar Rasyid dan al Mamun, peradaban Islam mampu mencapai masa keemasannya. Kebudayaan India dan Yunani juga telah memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan kebudayaan Islam. Kota-kota Jundisapur, Harran, Antakiyah dan Iskandariyah merupakan pusat-pusat peradaban Yunani, sebelum Islam menguasai kota-kota itu. Setela Islam datang, tradisi itu tetap terjaga bakan mengalami perkembangan yang makin pesat. Beberapa sastrawan yang muncul pada masa itu adalah Umar Khayyam, az-Zamakhsyari, al-Qusyairi, an-Nafisi, Ibnu Maskawaih dan al-Kindi.
Umar Khayyam merupakan seorang penyair besar pada masa Dinasti Abbasiyyah yang lahir di Naysabur, Khurasan. Selain itu, ia juga termasuk ilmuwan di bidang matematika, astronomi dan filsafat. Semasa hidupnya, ia bekerja di bawah kepemimpinan Sultan Maliksyah, raja Dinasti Seljuk yang menguasai Persia. Ilmuwan lainnya adalah az-Zamakhsyari. Ia merupakan salah seorang pakar ilmu bahasa dan kesusastraan Arab. Karya-karyanya dalam bahasa dan kesastraan Arab, antara lain tentang Nahwu, Balaghah dan Arud. Beberapa karya tulisnya adalah Asas Al-Balaghah (asas Balaghah), Al-Mufrad wal Mu'allaf fin Nahwi (satu dan kesatuan sifat dan ilmu Tata Bahasa), dan A Mustaqim fi Amsal 'Arab (peribahasa dalam Bahasa Arab).
Pada masa Dinasti Abbasiyyah juga banyak dibangun masjid-masjid. Selain berfungsi sebagai tempat peribadatan, masjid pada masa itu juga berfungsi sebagai pusat kegiatan umat Islam, yaitu tempat berkumpulnya para ulama dan ilmuwan yang mendiskusikan berbagai ilmu pengetahuan. Pada masa ini juga terdapat seni kaligrafi, seni lukis dan dekorasi, sastra dan arsitektur yang berkembang dengan pesat seperti ilmu pengetahuan ataupun bidang lainnya.
Bidang Politik
Sikap politik pemerintahan dinasti Abbasiyyah berbeda dengan masa pemerintahan Dinasti Umayyah. Masa Dinasti Umayyah pada umumnya dalam segala bidang bercorak Arab murni, sedangkan pada masa Dinasti Abbasiyyah suda mulai bercampur dengan corak Persia, Turki dan lain-lain. Oleh karena itu, lahirlah berbagai perubahan di berbagai bidang, baik bidang politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Sikap politik yang dilauakn pada masa Dinasti Abbasiyyah sebagai berikut:
- Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia diakui sepenuhnya. Dengan demikian, terciptalah keleluasaan untuk mengeluarkan pendapat dalam segala bidang termasuk bidang akidah, filsafat, syariah dan berbagai ilmu lainnya.
- Para menteri keturunan Persia diberi ha sepenuhnya dalam menjalankan pemerintahan sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina tamadim Islam. Mereka sangat mencintai ilmu dan rela mengorbankan kekayaannya untuk memajukan kecerdasan rakyat dan meningkatkan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, orang-orang keturunan mawali Persia banyak memberikan sumbangan demi kamajuan Islam.
- Para khalifah tetap dari keturunan rab murni, tetapi para menteri, gubernur, panglima dan pengawalnya banyak diangkat dari golongan mawali keturunan Persia.
- Kota Bagdad sebagai ibu kota negara merupakan pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan dijadikan "kota terbuka" sehingga segala bangsa yang menganut berbagai keyakinan diizinkan bermukim di dalamnya.
Adanya sikap politik tersebut memberikan kemajuan-kemajuan lain juga pada bidang politik, yang berhubungan dengan:
- Pembentukan Makama Agung
- Pengangkatan Amir dan Syaikh al Qura
- Pengangkatan Wazir
- Pembentukan Dewan Sekretaris Negara (Diwanul Kitabah)
- Pembentukan departemen-departemen
Bidang Militer
Tentara-tentara yang dimiliki oleh Dinasti Abbasiyyah bukan hanya dari kalangan keturunan Arab, melainkan muslim non-Arab ikut mewarnai sistem kemiliteran Dinasti ini. Bahkan, mereka lebih dominan daripada tentara-tentara Arab. Tentara non-Arab yang pertama direkrut dalam dinas militer Abbasiyyah adalah penduduk Khurasan karena mereka banyak membantu kemunculan dan berkembangnya dinasti ini. Abu Muslim sendiri, pemimpin gerakan militer Abbasiyyah dalam melawan Dinasti Umayyah berasal dari Khurasan.
Pada masa pemerintahan Abu Ja'far a Mansur, kelompok militer terbagi menjadi tiga, yaitu kelompok Yaman, Mudariyah dan Khurasan. Kemudian dibentuk dinas ketentaraan yang baru, yaitu tentara pengawa khusus khalifah, yang melindungi khalifah dari teror kaum pemberontak dan demonstran. Namun, para tentara pengawal khusus ini justru pada akhir masa Dinasti Abbasiyyah banyak membantu kaum pemberontak.
Bidang Ekonomi
Bukti kemauan bidang ekonomi dapat dilihat dari kas negara yang selalu penuh, karena uang yang masuk selalu lebih besar daripada uang ayng dikeluarkan. Khaifah a Mansur bukan saja seorang ekonom dan organisator, tetapi juga seorang ulama yang memiliki wawasan yang luas dalam bidang agama dan ilmu pengetahuan. Pada waktu khalifah al Mansur wafat, harta yang berada dalam kas negara sebanyak 810.000.000 dirham. Sedangkan pada saat sepeninggal Harun Ar-rasyid harta yang berada dalam kas negara sebanyak 900.000.000 dirham.
Para khalifah pada masa Dinasti Abbasiyyah senantiasa berusaha kersa untuk meningkatkan kesejateraan rakyatnya. Untuk mencapai keinginannya itu, mereka mengembangkan sistem perekonomian negara dengan mengembangkan sistem ekonomi pertanian, perindustrian dan perdagangan.
Bidang Pertanian
Para petani pada masa Dinasti Abbasiyyah sangat dihargai dan mereka diberikan keringanan dalam membanyar pajak hasil bumi dan bakan ada beberapa tempat yang dibebaskan sama sekali dari beban pajak. keadaan tersebut berbanding terbalik dengan masa pemerintahan Dinasti Umayyah yang membebani para petani dengan berbagai pajak.
Bidang Perindustrian
Perindustrian yang dibangun oleh pemerintahan Dinasti Abbasiyya adala dengan memanfaatkan sumber kekayaan alam yang berasal dari tambang sehingga dapat menghasilkan emas, perak, tembaga, seng dan besi.
Bidang Perdagangan
Adanya hasil industri dan pertanian memberikan peluang besar bagi pemerintahan Dinasti Abbasiyyah untuk memasarkannya. Oleh karena itu, pemerintahan Abbasiyyah berusha keras menata alur perdagangan dengan cara-cara membangun pasar, mengadakan pameran perdagangan, membangun sarana transportasi untuk memperlancar perdagangan, mengadakan hubungan dengan negara-negara lin dan membentuk armada laut untuk melindungi pantai dan mewaspadai serangan bajak laut.
Usaha keras yang dilakukan oleh pemerintahan Abbasiyyah membuahkan hasil yang bagus. Ha tersebut terbukti dengan lahirnya beberapa kota dagang yang besar, seperti Bagdad. Selain sebagai kota politik, kota agama, dan kota kebudayaan, Bagda juga merupakan kota dagang yang terbesar nomor dua di dunia. Kota-kota dagang lainnya, seperti Basrah, Kufah, Madinah, Kairo dan Qairawan.
Post a Comment for "KEBERHASILAN-KEBERHASILAN YANG DICAPAI DINASTI ABBASIYYAH"