FAKTOR-FAKTOR KEMUNDURAN DINASTI ABBASIYYAH
Dinasti Abbasiyyah yang berkuasa selama hampir lima abad mencapai punca kejayaannya dalam berbagai bidang ketika kekhalifahan Harun ar-Rasyid. Namun, puncak kejayaan tersebut berangsur mengalami kemunduran hingga akhirnya sampai pada keruntuhan kekuasaan. Runtuhnya kekuasaan Dinasti Abbasiyyah diawai dari perebutan kekuasaan dalam istana yang terjadi ketika khalifah al-Makmun menjabat sebagai khalifah. Selain itu, karakteristik kepemimpinan khalifa pertama tidak lagi dimiliki oleh khalifah-khalifah setelahnya. Mereka lemah sehingga membuat musuh muda meruntuhkan Dinasti Abbasiyyah. Untuk lebih jelasnya, dalam bagian ini akan dipaparkan tentang factor kemunduran Dinasti Abbasiyyah sampai menghantarkan pada runtuhnya kekuasaan dinasti tersebut.
FAKTOR KEMUNDURAN DINASTI ABBASIYYAH
Dinasti Abbasiyyah sebagai dinasti kedua dalam sejarah pemerintahan umat Islam dalam sejarah perjalanannya mengalami fase-fase yang sama dengan Dinasti Umayyah, yakni fase kelahiran, perkembangan, kejayaan, kemudian memasuki masa-masa sulit dan akhirnya mundur dan runtuh. keruntuhan dinasti Abbasiyyah dimulai pada tahun 850 M. Pada than tersebut mulai muncul goncangan-goncangan dari dalam istana hingga akhirnya dapat meruntuhkan kejayaan Dinasti Abbasiyyah yang sudah dibangun selama berates-ratus tahun.
Faktor Internal Kemunduran Dinasti Abbasiyyah
1. Perebutan Kekuasaan
Perebutan kekuasaan Dinasti Abbasiyyah terjadi karena adanya pengaruh dari bangsa Turki dan Persia. Ha tersebut mengakibatkan khalifah Al-Mamun dan Al-Amin berseteru memperebutkan kekuasaan. Selain itu, yang menjadi penyebab mundurnya Dinasti Abbasiyyah adalah adanya ketidakwajaran dalam pergantian kekuasaan setelah masa kekhalifahan al-Mutawakkil. Para khalifah Dinasti Abbasiyyah periode kedua yang berjumlah dua belas orang hampir semuanya meninggal dengan cara diracun atau dibunuh dan diturunkan secara paksa, hanya empat khalifah yang meninggal secara wajar.
2. Memprioritaskan Bangsa Asing dari Bangsa Arab
Pada masa Dinasti Abbasiyyah bangsa Persia diberikan peluang besar untuk masuk dalam pemerintahan Dinasti Abbasiyyah. Mereka diberikan pangkat dan jabatan baik dalam bidang sipil maupun militer. Orang-orang Persia sebagian besar diangkat sebagai haim-hakim, wali provinsi, panglima tentara dan wazir. Dengan adanya hal ini menyebabkan bangsa Arab menaruh kebencian terhadap Dinasti Abbasiyyah karena mereka lebih mengutamakan bangsa lain. Selain orang-orang Arab asli yang menaruh kebencian kepada Dinasti Abbasiyyah terdapat kaum Alawiyin yang juga merasa sakit hati dan menaruh amarah karena dimusuhi oleh Dinasti Abbasiyyah.
3. Kemewahan Hidup di Kalangan Penguasa
Tidak berbeda jauh dengan para khalifah Dinasti Umayyah, para khalifah Dinasti Abbasiyyah juga bergaya hidup mewah dan mencolok. Hal tersebut terjadi setelah keberhasilan mereka dalam perekonomian negara. Dengan adanya gaya hidup mewah di kalangan para khalifah membuat system pemerintahan Dinasti Abbasiyyah lema dan mudah dikendlikan oleh Bangsa Turki.
4. Luasnya Wilayah Kekuasaan Dinasti Abbasiyyah
Luasnya kekuasaan Dinasti Abbasiyyah yang terbentang mulai dari wilayah Timur Tengah yang mencakup Mesir, Aganistan, Tunisia, alJazair. Kemudian Maroko di Afrika Utara dan Libia. Dengan luasnya wilayah kekuasaan tersebut membuat Dinasti Abbasiyyah kesuliatan dalam melakukan komunikasi dari pusat ke daera-daerah. Selain itu, rendahnya tingkat kepercayaan yang terjadi diantara para penguasa kekuasaan.
5. Kemurkaan terhadap Bani Umayyah dan Alawiyin
Siasat yang dilakukan oleh Dinasti Abbasiyyah dalam menindas Dinasti Umayyah dibantu oleh kaum Alawiyin. Namun jasa yang dilakukan oleh kaum alawiyin dalam membantu berdirinya Dinasti Abbasiyyah seakan dilupakan begitu saja dan mereka malah memusuhi kaum alawiyin. Akibat dari permusuhan kedua keluarga besar itu, yaitu Abbasiyyah dan Alawiyin timbullah pemberontakan yang terjadi di hampir seluruh negeri-negeri Islam.
6. Ketergantungan dan Kepercayaan Khalifah kepada Wazirnya sangat tinggi
Pada masa dinasti Abbasiyyah para menteri atau wazir sangat dipercaya oleh para khalifah. Namun, kepercayaan yang diberikan oleh khalifah dimanfaatkan oleh mereka untuk melakukan perbuatanyang menyebabkan hubungan diantara penguasa renggang bahkan sampai terjadinya perang saudara. Pada masa Al-Amin misnya, ia sangat percaya kepada wazirnya yang bernama Fadhal bin Rabi sehingga ia menyerahkan semua urusan pemerintahannya kepada wazirnya tersebut. Fadhal bin Rabi adalah seorang wazir yang terkenal dengan kepandaiannya dalam melakukan fitnah dan menjelek-jelekkan orang lain. Dengan perangainya itu, ia juga yang menghasut khalifah Harun Ar-Rasyid untuk menggulingkan keluarga Barmaki. Ia juga menjadi penyebab terjadinya perang saudara antara Al-Amin dengan Al-Mamun. Kedua kakak beradik tersebut saling perang hingga menyebabkan al-Amin tewas dab Al-Mamun bisa naik ke singgasana kekhalifahan.
7. Pengaruh Bid’ah-bid’ah Agama dan Filsafat
Pada masa kekhalifahan Dinasti Abbasiyyah dipegang oleh khalifah A-Makmun, A-Mu’tashim dan Al-Watsiq banya berkembang bida’ah-bid’ah agama dan filsafat sehingga para khalifah tersebut juga terpengaruh sampai memberikan kebijakan bahwa ideology resmi negara adalah aliran Muktazilah. Padahal para jumhur ulama pada saat itu berpendapat bahwa aliran Muktazilah menyimpang. Kejadian tersebut menyebabkan berbagai aliran saling bertentangan satu sama lain. Kejadian inilah yang akhirnya melahirkan ilmu kalam. Pada periode selanjutnya aliran yang mendominasi ilmu kalam bergeser dari Muktazilah menjadi Ahlussunnah waljama’ah yang dipelopori oleh Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al Maturidi.
8. Konflik Keagamaan
Konflik keagamaan yang terjadi pada masa Dinasti Abbasiyyah melahirkan tiga kelompok yang sering berebut pengaruh, yaitu antara pengikut Muawiyah, Syi’ah dan Khawarij. Adanya ketiga kelompok tersebut bermula dari konflik yang sering terjadi antara Muawiyah dan khalifah Ali. Ha tersebut menandakan bahwa konflik agama suda terjadi sejak masa kekhalifahan Dinasti Umayyah. Kelompok Sunni dan Syi’ah misanya, kedua kelompok tersebut senantiasa berpengaruh sejak Dinasti Umayyah berdiri (masa khalifah Muawiyah) sampai kekhalifahan Dinasti Abbasiyyah. Kelompok Sunni dan Syi’ah tida perna dalam satu kesepakatan yang sama. Meskipun pada saat tertentu kedua kelompok tersebut bisa saing mendukung, yaitu terjadi pada masa kekuasaan Bani Buwaihi.
Faktor Eksternal Kemunduran Dinasti Abbasiyyah
1. Dominasi kekuasaan Bangsa turki
Orang-orang Turki pada masa kekhalifahan Dinasti Abbasiyyah banyak mendominasi jabatan pemerintahan. Mereka memanfaatkan pengangkatan jabatan sebagai jalan untuk penggusuran kekuasaan para khalifah hingga akhirnya mereka berhasil merebut kekuasaan Dinasti Abbasiyyah. Mereka tetap menjadikan khalifah Dinasti Abbasiyyah sebagai seorang khalifah, akan tetapi khalifah yang mereka maksud adalah layaknya boneka yang tidak mampu melakukan apapun. Mereka menjalankan politik pemerintahan sesuai dengan system politik yang mereka inginkan.
Khalifah Dinasti Abbasiyyah yang berkuasa pada masa kekuasaan Bangsa Turki I, mulai khalifah ke 10, Khalifah Al-Mutawakkil (yahun 232 H) hingga khalifah ke 22, Khalifah Al-Mustaqfi Billah (Abdullah Sunni Qasim tahun 334 H). Pada masa kekuasaan Bangsa Turki II (Bani Saljuk), mulai dari khalifah ke 27, Khalifah Muqtadi bin Muhammad (tahun 467 H) hingga khalifah ke 37, khalifah Musta’shim dan Mustanshir (tahun 656 H).
2. Banyaknya pemberontakan
Banyaknya pemberontakan yang terjadi pada masa Dinasti Abbasiyyah bermula dari sikap khalifah yang mengabaikan daerah kekuasaannya sehingga banya daerah kekuasaan ayng terlepas dari tangan Dinasti Abbasiyyah. Adapun cara yang dilakukan oleh daerah-daerah tersebut hingga terlepas dari kekuasaan Dinasti Abbasiyyah yaitu pertama, seorang pemimpin local memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti Daula Umayyah di Spanyol dan Idrisiyyah di Maroko. Kedua, seorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah, kedudukannya semain bertamba kuat, kemudian melepaskan diri, sperti Daulah Aglabiyah di Tunisia dan Thahiriyah di Khurasan. Selain sikap khalifah yang mengabaikan daerah kekuasaannya, banyaknya pemberontakan tersebut juga terjadi karena khalifah hanya focus terhadap pembinaan peradaban dan kebudayaan.
3. Dominasi kekuasaan Bangsa Persia
Dominasi kekuasaan bangsa Persia atau Bani Buyah terjadi setela mereka berhasil merebut kekuasaan dari pemerintahan Dinasti Abbasiyyah yaitu pada tahun 334 H atau periode kedua ketika kekhalifahan Bani Abbasiyyah sedang mengadakan pergantian khalifah, yaitu dari Muttaqi (khalifah ke 22) kepada khalifah Muthie’ (khalifa ke 23). Masa kekuasaan bangsa Persi (Bani Buyah) berjalan lebih dari 150 tahun. Pada masa ini, kekuasaan pusat di Bagdad dilucuti dan di berbagai daerah muncul negara-negara baru yang berkuasa dan membuat kemauan dan perkembangan baru.
Sebelum bangsa Persia atau Bani Buyah berhasil merebut tahta kekuasaan, mereka adalah orang-orang yang patuh kepada para pembesar dari para khalifah Dinasti Abbasiyyah sehingga banyak dari mereka yang menjadi panglima tentara, diantaranya menjadi panglima besar. Setelah mereka memiliki kedudukan yang kuat, para khalifah Abbasiyya berada di bawah telunjuk mereka dan seluruh pemerintahan berada di tangan mereka. Khalifah Abbasiyyah hanya tinggal namanya, hanya disebut dalam do’a-do’a di atas mimbar, bertanda tangan di dalam peraturan dan pengumuman resmi dan nama mereka ditulis atas mata uang, dinar, dan dirham.
Berikut ini beberapa contoh dari kemunduran Islam pada periode klasik.
- Hancurnya bukti fisik kemajuan Islam di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi degan dibakarnya buku karya umat Islam di berbagai perpustakaan oleh bangsa Mongol
- Tidak berkembangnya karya keilmuan disebabkan banyaknya para cendekiawan dan ulama yang meninggal ketika penyerbuan bangsa Mongol.
- Di bidang politik, banyaknya kerajaan-kerajaan kecil yang memisahkan diri dari pemerinta pusat.
- Lepasnya wilayah-wilayah kekuasaan Islam;
• Jatuhnya Transoxania dan Khawarizm pada tahun 1219 M
• Jatuhnya kerajaan Ghazni pada tahun 1221 M
• Jatuhnya Azerbaijan ke tangan Mongol pada tahun 1223 M
• Jatuhnya Saljuk di Asia kecil pada tahum 1242 M
• Jatuhnya Bagdad ke tangan Bangsa Mongol pada tahun 1258 M
• Jatuhnya Cordova ke tangan kaum Nasrani (Raja Ferdinand dan Isabella).
Demikian tadi pembahasan tentang factor internal dan eksternal kemunduran Dinasti Abbasiyyah. Seperti halnya yang kita tahu, bahwasanya dinasti Abbasiyya merupakan sebuah kekuasaan yang berhasil berdiri kurang lebih sekitar 505 tahun lamanya. Selama 5 abad inilah, dinasti Abbasiyya berhasil menjadikan dunia Islam sebagai dunia yang kaya akan peradaban dan kebudayan, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan. Ini terbukti dengan kemunculan para ilmuwan muslim dengan berbagai karya besarnya, baik dalam bidang ilmu agama dan umum. Namun, sayangnya kekuasaan besar ini mengalami kemunduran yang disebakan oleh berbagai factor, baik interna maupun eksternal yang membawa pada keruntuhan Dinasti Abbasiyyah. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca.
Sumber :
Mulyani, Sri.___________. Sejarah Kebudayaan Islam Untuk MA dan yang Sederajat Kelas XI. Surakarta : Putra Nugraha
Post a Comment for "FAKTOR-FAKTOR KEMUNDURAN DINASTI ABBASIYYAH"